Masa Lalu
Siti Sonia Aseka
Pada
sebuah jejak yang sengaja kutinggal, cukup jauh dari garis pantai hingga tak
sanggup bagi alun tuk menghapusnya. Angin serasi ombak, berlarian disekitar,
melempar angan pada sekian waktu berlalu. Katakanlah, bahwa aku sang perindu.
Tahun-tahun berjalan secepat yang ia
bisa, memaksa gegas agar tak lepas, terburu pada kesiapan, entah apa benar aku
tertinggal atau malah melaju secepat kilat. Hari ini, berbeda dengan debar di
masa lalu, menikung rasa, terdampar pada logika yang sempurna. Bahwa sesuatu
pernah coba kumulai. Tentang rumah di suatu tempat bernama hati, terbangun
nyaris siap ditempati bersama sepasang paket bernama menyerah pada ketepatan.
Namun, aku perlu tau dan engkau
perlu menjelaskan; mengapa kita begitu saja terjebak disini dan mendahului
takdir. Sebab terkadang, pikiranku kembali pada titik terbaiknya. Meminta
ungkapan yang benar.
Maka, malu itu tampak pada tiap-tiap
sujud yang sengaja kupanjangkan. Memohon ampun sebesar yang kubisa, sebab Dia
adalah Maha atas segala pinta. Semoga tak terjadi kesalahan yang sama,
mengharap pada selain Dia. Cinta melebihi Cinta kepada-Nya. Karena aku percaya,
takkan terberkahi rasa selain mendahulukan Dia, Karena-Nya.
Dan disebuah bulan yang rutin kita
cinta melebihi bulan-bulan lainnya, niatku mampir sejenak, mengusir rindu
tentang masa-masa lupa. Ah betapa masih kecilnya akal yang kupunya, betapa
sempit hati tuk menerima, padahal ketetapan-Mu jelas, seterang mentari namun
masih coba kuingkari.
Apa kabar Anda?
Setelah uji kelulusan, setelah masa-masa
perjuangan disini mendekati usai, akankah engkau berpaling pada tempat selain
Kabupaten kecil kita? Atau baktimu pada tempat ini, rumah yang entah kapan
terbangun pada memori membuatmu bertahan walau sungguh tak ada yang menahan?
Sebab, pintaku hanya semoga kebaikan menyertai langkah kakimu. Tentu jauh dari
andai-andai bahwa kelak engkau kembali membawa janji pasti.
Siapalah aku ini?
Hanya rinduku saja yang menyisa,
sungguh telah kubuang segala rasa. Kita hanya pernah jumpa disuatu petang
diawal maghrib hari itu, sebagai rekan seperjuangan. Cukup pantas? Walau
nyatanya perjuanganmu bahkan lebih lama dan lebih berat ketimbang aku, kisahmu
jelas lebih indah dan terkenang dibanding diriku yang hanya butiran debu.
Temu kita, suatu masa, entah karena apa,
ku harap sebagai terbukanya pintu maaf. Walau tak pasti siapa yang berhak
dimaafkan atau memaafkan pihak yang lain. Kembalimu atau pergiku, suatu saat
mungkin menjelma rindu yang lebih dari ini. Lantas, temu kita ku harap mampu
mengobati prasangka, menuntun kepada apapun asal bermuara pada-Nya.
Sabtu,
27 Mei 2017
Di
awal Ramadhan.