Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Rabu, 31 Oktober 2018

Di Balik Layar

Tentu saja aku lega. Setelah semua terjal jalan kita permalukan, jelas aku merasa bahagia luar biasa. Harapan dan perjuangan, tak sekedar pendar samar berupa keributan kecil dalam kepala. Hari ini, semuanya nyata di depan mata, berkelebat dalam bentuk paling riuh dan penuh warna.
Kita sampai, pada pemberhentian pertama, bersiap naik pada bus selanjutnya yang entah akan mengantarkan kita kemana, mungkin tempat yang berbeda-beda, bisa jadi sebuah lahan kosong dan perlu diisi segera. Atau bahkan pelabuhan yang meminta berlayar dan berperang dengan hingar bingar kapal, sebelum sampai pada tujuan sebenarnya.

Tapi...
Setelah semua euforia ini, mengapa mendadak aku merasa kehilangan sesuatu, ya?

__

Pesta Demokrasi kampus telah usai.
Agenda besar tahunan yang rutin menjadi pusat perhatian itu tuntas lugas pada pekan terakhir di bulan Oktober, dua purnama menjelang pergantian tahun.

Jejak lentera masih ada, belum redup benar. Peralatan perang dan baju besi sudah mulai ditanggalkan. Langkah kaki, hentak seruan, sigap gerak bahkan pikiran yang terselotip erat dengan berbagai macam sumber tenaga entah apa, menjadi saksi bahwa ada yang meletup dan nyaris meledak.

Aku ingat masa itu.
Ketika banyak mata menatap curiga, saat sebuah kata tak mampu mendesak percaya, ketika saling menodong senjata adalah hal yang biasa.

Biarlah.

Nanti, setelah habis semua drama berkualitas tinggi ini, kita mungkin menyadari betapa sepele hal-hal sejenis menjatuhkan lawan atau mencari kelemahannya hingga tanpa sisa, macam kacang rebus yang dijual di pinggiran jalan malam minggu.

Lucu.

__

Terlepas dari peran-peran penuh sorotan, ada yang lebih patut mendapat pengakuan dan jelas apresiasi istimewa.

Pemeran utama mungkin nyaris sempurna, tetapi mereka tentu bukan apa-apa tanpa kru yang bertugas di belakang layar.

Untuk teman-teman yang entah bagaimana cara paling tepat mendeskripsikan kalian satu persatu, terima kasih telah bertahan dalam rinai bernama amanah. Terima kasih telah bersedia menjadi alasan bergeraknya poros kebaikan hingga sampai tujuan.

Kepada perempuan paling tangguh, yang tanggung jawabnya jelas bukan tentang dirinya saja tetapi kami semua, terima kasih. Untuk perempuan yang kami panggil bunda, terima kasih pula telah menyeimbangkan segala bentuk kegilaan dan perbuatan tanpa pikir panjang kami. Kepada dua perempuan yang ku panggil bidadari, terima kasih karena telah dengan aman terkendali menjadi pendingin hati kala emosi berapi-api. Untuk perempuan yang ku panggil kembaran, tetaplah menjadi perempuan kuat yang bisa melakukan nyaris segalanya. Jadilah dirimu sendiri. Di sini, aku pun berusaha untuk terus mencintai diri sendiri sebelum apapun. Tsundere-ku yang awalnya membuat bertanya-tanya dan menebak-nebak bagaimana cara menghadapimu, terima kasih juga karena telah menjadi perempuan paling peduli dan mudah dicintai. Untuk perempuan yang memiliki dominasi emosi meledak-ledak tak terkendali sepertiku, kamu juga takkan terganti. Terima kasih karena telah bersedia ku repotkan bahkan sampai hal-hal paling pribadi, membayarkan pembelian buku online-ku salah satunya, haha.

Untuk lima orang lain yang akan selalu dirindu, semoga kita segera mengolah segala bentuk kangen ini menjadi temu. Sebab, bila terlalu banyak rasa yang bergumul jadi satu, dalam medis, tentu bukan hal yang bagus, bukan begitu?

Dan tentu saja, kepada sekelompok manusia zaman entah kapan, terima kasih banyak karena telah menanggung lebih banyak beban serta tanggung jawab. Maaf karena kami seringkali malas menyiapkan makanan, maaf karena bahkan kami terlalu banyak tak di tempat saat kalian butuh (terutama aku), maaf karena belum bisa menjadi ibu-ibu bijak nan lemah lembut, maaf pula sebab kami terlalu banyak mengomel dan berubah cerewet pada banyak bagian waktu, maaf seringkali berbicara hingga menggurui kalian yang mungkin malah terdengar menyebalkan setengah mati.

Yah, pokoknya, terima kasih banyak.

Walau kalian juga punya ragam maaf yang ingin sekali kami dengar, hahaha.. Tapi, sungguh. Tulisan ini sama sekali tak meminta balasan.

Khusus dariku, untuk kalian yang merasa pernah melihat bahkan merasakan sendiri bagaimana judesnya aku, harap maklumi dan lupakan saja bila perlu. Lebih dari sekedar menyebalkan, memang.

__

Segala keindahan itu terlihat, sebab kita yang berbeda-beda ini dipaksa untuk beradu menjadi padu bagai warna-warni pelangi selepas hujan.

Agak drama, tentu.

Selamat dan sukses!
Barakallah wa Innalillah, saudaraku Wawan dan Tio yang telah dideklarasikan sebagai Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa terpilih Universitas Sriwijaya periode yang akan datang.

Aku sungguh menanti gagasan #GerakBersama demi Universitas Sriwijaya dan menunggu kemajuan serta gebrakan baru di masa depan.

Kita bisa bila bersama!
Mahasiswa Universitas Sriwijaya, jangan lupa, KAWAL!

__

Siti Sonia Aseka
Palembang, 31 Oktober 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...