Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Jumat, 07 Juni 2019

Jadi Begini....

Terlalu banyak hal-hal kecil yang mengganjal di kepala saya belakangan ini. Tahu kerikil kan? Nah, itu barang kalau nyangkut satu saja di dalam sepatu yang kita pakai terus dibawa jalan, rasanya menyebalkan setengah mampus, betul? Baru satu. Bagaimana kalau banyak? Coba pikir, mungkin rasanya seperti bertahan dalam kondisi diserang nyamuk habis-habisan sampai kita memutuskan untuk memakai salah satu merk lotion anti nyamuk. Cukup terang?



So, sekarang, pertama mari kita bicara soal adab dulu, lah. Ini sebenarnya hal sepele banget-banget. Saking sepelenya mungkin sampai kita lupa bahwa ini juga salah satu toxic yang perlu dienyahkan dalam kehidupan sosial masyarakat. Apakah itu? Hilangnya rasa saling menghargai. Terlalu general, ya?

Oke, kita detail saja. Langsung masuk ke contoh. Ketika menjelang hari raya Idul Fitri kemarin misalnya. Ramai sekali pesan yang datang, berisi permintaan maaf dan mengajak untuk bersilaturahmi ke rumah, mengundang. Sederhana, tapi menyentuh luar biasa. Ada yang kalimatnya puitis nan manis, ada pula yang singkat, padat, tepat sasaran, langsung ke inti. Dari keduanya ini, sungguh saya menghargai semua tanpa pandang sisi negatif dan kemungkinan-kemungkinan lain. Apa coba?

"Ini pesan pasti broadcast message, nih. Tidak perlu dibalas, lah. Toh, dia juga tidak akan sadar kalau kita baca pesannya atau tidak. Kan dikirim serentak ke semua kontak."

Terus itu pesan dibaca saja. Dibiarkan menjadi centang biru dua. Padahal, belum tentu pesan yang dikirim memang berbentuk BC. Siapa tahu memang pesan tersebut dibuat formal karena rasa hormat si pengirim kepada sang penerima. Tapi, malah yang begitu disalah artikan. Sedih, ya?

Dan kalaupun BC, apa masalahnya?
Toh, ketika membuat pesan siaran, si pengirim pesan sudah pasti memilih nama-nama di kontak itu sekaligus membaca. Tidak mungkin asal saja. Jadi sudah jelas bahwa si pengirim tahu siapa saja penerima yang mendapatkan pesan darinya. Ya, BC juga tidak serendah itu, kawan-kawan.

Semuanya tergantung niat.
Walau ada yang bilang niat tidak selalu berawal bulat. Ya intinya itulah. Mulai sekarang, jangan suka mengabaikan perihal pesan yang sampai pada kita. Tinggikan penghargaan, rasa hormat, kepedulian. Coba kita yang dibegitukan orang. Emang enak? Yang jawab enak, semoga keras hatinya dilembutkan.



"Singkat amat ini pesan doi. Gak ikhlas apa yak?"

Duh, panjang-panjang juga tidak akan dibaca dengan khidmat, kan? Toh, tidak semua ketulusan dilihat dari panjang atau pendeknya pesan. Yang penting dia sudah menyampaikan. Tugas kita menerima, membaca, merespon dengan segala kerendahan hati.

"Pesan yang masuk terlalu banyak, tenggelam, tidak sempat diperiksa."

Ah, basi sekali alasan semacam itu.

Tidak mungkin manusia tidak memiliki waktu senggang sama sekali dalam hidupnya. Ketika luang itulah, coba sempatkan untuk mengscroll pesan sampai ke bawah, diperiksa, dibaca dan dibalas satu per satu. Tidak masalah terlambat, asal dibalas. Siapa tahu pengirim memang menunggu balasan kita. Respect semacam ini tidak akan membunuh kita, tidak akan menyakiti siapa-siapa, tidak akan tetiba membuat meriang, mual atau muntah. Malah justru membuat kita aman sebab memudahkan urusan orang lain. Inshaa Allah, di masa depan, urusan kita juga dimudahkan oleh Allah.

Jangan sampai kita dinilai buruk oleh orang lalu kita tidak siap dengan penilaian itu. Jangan sampai kita minta dihargai tapi kita sendiri juga tidak bisa menghargai orang lain. Jangan egois. Malu sama umur.

Perkara tidak ingin membalas, biar kita sendiri dan Allah yang tahu. Bermacam alasan. Bisa jadi karena benci, bisa jadi pula sebab gengsi. Banyak. Dan saya sungguh, menyimpan rasa salut dan cinta yang sama pada mereka yang di tengah waktu sibuknya malah sempat membalas pesan saya, mengirimkan balasan, bahkan memberikan penguatan saat saya tidak berharap banyak. Terkadang memang keajaiban semacam itu hadir di dunia ini, dalam bentuk orang-orang baik.

Ada lagi nih yang menyakitkan.
Kejadian membalas pesan personal yang dikirim seseorang melalui grup umum. Tetottt… di manakah letak korelasinya? Sebegitu tidak berarti ya pesan orang tersebut, sebegitu tidak sudi ya kita sekedar membalas dengan, "Waalaikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh" yang mana adalah doa bagi kita dan si pengirim?

Ah, saya terlalu banyak bicara sepertinya.
Entah akan mengena atau tidak.
Tapi, saya serius, sudah lama sekali kehilangan sense bercanda. Mengenai adab seperti ini, terkadang yang kelihatan paham dan mengerti pun kesulitan bahkan keberatan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Saya sih masa bodoh ya dengan pesan berbalas dan tidak. Saya juga tidak peduli apakah pesan tersebut dibaca atau malah dilewatkan saja. Tidak berpengaruh. Cuma kasian dengan orangtua yang sudah mengajarkan tata krama, sopan santun sejak kita kecil tapi malah anaknya tidak membawa ajaran tersebut pada saat dewasa. Terkesan masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Nanti, kalau yang mengirim pesannya adalah orang yang lebih tua, bisa habis itu ayah dan ibumu dibawa-bawa orang. Dituduh tidak mengajari anak dengan benar, padahal memang anaknya sendiri yang bebal.

So, ayolah.
Coba sebelum berkoar-koar mengajarkan sopan santun ke adik tingkat, ke siapa sajalah. Coba berkaca dulu. Ajari diri kita sendiri sopan santun. Bercermin. Apakah sudah kita terapkan tata krama tersebut pada diri kita sendiri? Sudah?

Nah, kalau belum, ya mulailah. Tidak ada kata terlambat atas segala sesuatu. Menghargai sesama manusia adalah kunci baiknya hubungan kita dengan Allah. Tidak peduli ibadah kita baik, kalau hubungan kita dengan manusia rusak, maka haruslah kita perbaiki dengan usaha, bukan dengan doa saja. Apalagi kalau penyebab rusak tersebut adalah diri kita sendiri.

Semoga tulisan ini sampai ke hati, karena Inshaa Allah ditulis dari hati.

Palembang, 7 Juni 2019
3 Syawal 1440 Hijriah
Siti Sonia Aseka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...