Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Kamis, 01 Oktober 2020

the time will come

Pada satu hari peringatan atas tak gentarnya perjuangan.
Mengheningkan cipta~
 
***
    Akan tiba saat di mana kita mengganti nomor ponsel yang telah digunakan bertahun-tahun. Membagikannya kepada keluarga dan kerabat paling dekat saja, meminta dengan sangat kepada siapapun untuk tidak menyebarkan nomor tersebut tanpa izin, lalu berhenti menggunakan aplikasi pengantar pesan yang ditransfer melalui paket data.
 
    Kembali mengandalkan layanan SMS seperlunya dan telepon dalam keadaan benar-benar darurat. Menonaktifkan bahkan menghapus akun-akun sosial media, membiarkan kenangan tersimpan dalam kepala saja, bukan lagi berupa bingkai maya yang biasanya jadi ajang perlombaan tentang jumlah penyuka dan komentar terbanyak.
 
    Akan sampai masa di mana kita memilih untuk tinggal jauh dari hiruk pikuk kota. Melupakan pemandangan gedung pencakar langit, macet jalan raya, atau asap kendaraan. Membiasakan diri dengan hijau kebun teh, udara sejuk pegunungan, serta suara debur ombak sayup-sayup, tak ketinggalan aroma laut merebak membuat pedih pelupuk. Menghuni sebuah rumah sederhana, namun ajaibnya terasa demikian hangat.
 
    Akan ada masanya segala sesuatu terasa selalu cukup. Sepasang tangan untuk digenggam, bahu untuk bersandar, mata untuk melimpahkan begitu tak terurai juta rasa; afeksi, cinta, benang merah bernama relasi.
 
    Akan datang waktu di mana malam yang sunyi meski tak dijajah kesepian dihadapi berdua, ditemani hanya dengan obrolan ringan mengenai bagaimana hari berjalan, anak-anak yang mulai bisa membaca, menulis, menunjukkan gambar-gambar abstrak hasil karya mereka, berlarian di pekarangan, memanjat pohon jambu di halaman belakang. Seorang teman yang akan membalas tawa, tanya, menunggu kita selesai dengan keluhan yang membuat basah pada mata. Akan tiba saatnya rindu-rindu kita tumbuh subur, walau tak timbulkan rapuh.
 
    Kepada masa lalu, orang-orang yang dahulu sempat jadi kawan menghabiskan sekian detik, langkah terburu, ruang-ruang berisi wajah-wajah lama, kesibukan, kepala dipenuhi benang kusut, adu argumen, sampai saling tuding dan menjatuhkan. Segalanya semerta asing, namun tetap familiar. Saat-saat itu, semua mendadak berubah jadi cerita-cerita menyentuh, cenderung tidak pernah kehabisan bahan bakar untuk direka ulang, padat sekaligus ruah dalam memori.
 
    Akan tiba waktu ketika kita berhenti mengkhawatirkan sesuatu melebihi kapasitas diri. Berhenti merengek terhadap takdir, berhenti menuntut, berhenti mendikte Tuhan tentang ragam carut marut. Akan tiba masa kala sebuah lingkaran kecil menjadi satu-satunya pusat atas rotasi. Senyum-senyum mungil, harapan-harapan yang senantiasa tumbuh setiap hari, kasih yang mendesak rimbun, ledakan intensi pada netra.
 
    Pada suatu masa, kita akan tiba di titik mensyukuri setiap hal dalam genggaman. Terasa manis, tak mustahil timbulkan secercah getir. Tetapi, obatnya selalu tersedia, penawar atas sakitnya tak lebih jauh dari dua jengkal langkah. Tanpa angkara, tanpa luka hingga berdarah-darah. Sebuah ungkapan, "Aku lelah." yang akan kalah tak lebih sedetik dengan sebuah dekap erat dan ajakan, "Mari perbaiki bersama."
 
Sebuah rumah, tempat pulang. Menyediakan setapak lurus demi mengantarkan kita kembali. Tanpa sesal, tanpa lara. Kita menyebutnya; keluarga.
 
***
 
Palembang,
ditulis bertepatan dengan peringatan G30S dan dipublikasikan pada 1 Oktober, sebagai hadiah kepada jiwa-jiwa yang pulang ke rumah Tuhan setelah tragedi berdarah.
 
Siti Sonia Aseka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...