Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Selasa, 03 Agustus 2021

sebuah cerita dari selatan



SOLITUDE

"Andai jarak mampu dilipat
sesederhana bangau kertas di tepian jendela.
Barangkali pada satu garis lurus,
pandang kita dapat bertemu,
melucuti sekian praduga dan ragu-ragu.
Lantas dengan begitu,
mampu kubaca sungguh-sungguh
betapa netramu merapal luka lebih lantang
ketimbang kata-kata."


***

Satu tahun yang bahkan tak mampu mengubah letak rak sepatu di sisi kiri pintu rumahku. Kalau-kalau seseorang lupa, atau sengaja menganggap rasa sakitnya tiada, keberadaan lini masa sosial media selalu dan akan terus jadi pusat gravitasi informasi terbaik. Termasuk saat beranda menampilkan fotomu tersenyum lebar dalam ruangan yang kutebak sebagai kantormu di sisi timur pulau ini. Dipublikasikan dua puluh menit lalu, disukai oleh beberapa orang, dan terdapat tiga komentar kecil berisi seluruhnya candaan.

Pukul sembilan malam dan aku mendadak didera kantuk. Buru-buru kututup aplikasi Instagram setelah meninggalkan jejak berupa tanda hati berwarna merah, memeriksa dan membalas pesan penting di aplikasi chatting, lalu berdoa dalam benak, terbuai alam mimpi yang akan membawaku bangun di pukul empat pagi seperti biasa.

Aktivitasku masih tak berbeda, tetap diisi setumpuk agenda itu-itu saja; mengajar, berjalan-jalan kala senggang, atau sekadar metime di kamar kontrakan bila akhir pekan menyapa; menonton film jadul hingga series terbaru, mendengarkan begitu banyak podcast, atau video-video lucu di YouTube.

Kadang, aku masih bertemu beberapa orang, teman-teman sewaktu di kampus. Mengobrol, nongkrong di kedai kopi, bertukar kabar, disambung nostalgia. Kadang pula, satu-dua kali namamu mampir dalam percakapan. Lantas aku harus mati-matian bertingkah sewajar mungkin, menimpali seadanya, tidak boleh sedikit saja terlihat terlampau bersuka cita.

Tentang kita, tidak ada yang tahu.

Biarlah, biar kisah itu diziarahi ketika rindu sudah kepalang menggebu dan mendobrak sisi peduli. Aku jelas masih sering memutar kuncinya demi menerobos pintu menuju masa lalu. Duduk di sana, merenungkan waktu-waktu terlewat tanpa satu pun dari kita berani buka suara. Kita sudah usai, aku tak pernah mampu mengatakan hal tersebut keras-keras, tak berani kuungkap betapa sesal masih menghantui malam-malam.

Satu tahun lalu, kita adalah dua yang coba merangkak menuju tunggal.
Namun, gagal.


***


Indralaya
Sebuah kabupaten tiga puluh dua kilometer dari ibukota provinsi,
2017

Auditorium universitas seperti biasa ramai sebab parade kelulusan yang dijadikan sebagai ajang mengabadikan moment dan beramah tamah. Pelataran disesaki pengguna toga, melebar sampai kawasan rektorat. Ucapan selamat mengudara, tawa marak tertangkap telinga di tiap sudutnya, juga ratusan pasang mata melempar pandang, mencari-cari, atau sekadar mengamati untuk kemudian menyimpan panorama dalam laci memori.
Farah tiba setelah belasan panggilan tak terjawab di ponsel, menyisipkan satu pesan ter-pop up di layar dari nomor yang sama: Kamu di mana, dengan siapa, sekarang berbuat apaaa??? Yang wisuda udah pada keluar audit, antrean foto panjang begini, buruan! Nanti ditinggal, tahu rasa!
Perempuan tersebut terbahak setelah kakinya menjejak halaman rektorat yang melingkari sebuah kolam berhias batu-batu alam dengan undakan tangga kecil. Mengutarakan maaf yang tak sungguh-sungguh niat dilontarkan. Si pengirim pesan menatap Farah sebal, sekaligus lega. Sesi foto lembaga bisa dimulai segera saat yang ditunggu-tunggu tiba entah dari misi menyelamatkan bumi bagian mana.
Di tengah hiruk pikuk, seseorang menepi. Matanya cemerlang, berkilau karena berhasil menemukan satu sosok yang lama dinanti. Hangat merayap menyebabkan rona merah di wajah, senyum tersungging tanpa mampu dicegah. Sebuah dorongan berteriak lantang menyuruhnya maju. Sepercik rasa takut menyebabkan si lelaki terjebak diam yang melecut utuh ragu-ragu.
“Abiyan! Ayo, foto sini, dong!”
Lelaki tersebut tersentak, lamunannya pecah. Rautnya kembali diatur sedemikian rupa. Agar tak timbul curiga, supaya tak perlu ada resah melibatkan banyak kepala. Lagipula, setelah hari ini, ia sudah harus pergi, bukan?


***

Hadiah untuk seseorang.
Semoga bahagia senantiasa menyertai langkah.
Yang patah tumbuh, lukamu niscaya sembuh.

-Siti Sonia Aseka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...