“Sometimes the hardest part of the journey is believing you’re worth the trip.” — Glenn Beck
Menjadi pengguna aktif media sosial adalah privilege yang membuat kita terbuka terhadap ilmu dan pengetahuan baru.
Beberapa kali, saya melihat tulisan, menyaksikan video serta foto tentang Ibu pekerja (working mom) yang memberikan susu formula kepada bayinya. Isi komentar postingan tersebut banyaknya ialah dukungan pun Ibu bernasib sama yang menceritakan pengalamannya memiliki bayi dan berkarier dengan susu formula sebagai pilihan. Saya mengapresiasi dan sama sekali tak menyalahkan pilihan sebagian orang tentang apapun yang mereka anggap terbaik bagi anak-anaknya.
Tetapi, ketika saya menemukan postingan Ibu menyusui (entah itu direct breastfeeding atau ASIP) dengan sekaligus memberi edukasi tentang manfaat yang terkandung dalam ASI beserta prosesnya, kolom komentar sebagian besar diisi oleh protes dari Ibu yang memberikan susu formula kepada si kecil. Padahal, harusnya sederhana saja; jangan datang ke lapak buah-buahan kalau kamu tengah mencari daging. JANGAN MEMPERTANYAKAN intensi Ibu menyusui hanya karena kamu tidak mau, tidak bisa, dan tidak mampu menyusui bayimu seperti mereka. Kamu memilih susu formula? Silakan! Namun ada yang memilih untuk mengASIhi susah payah dengan cobaan-cobaan yang barangkali tak mereka paparkan hanya untuk membuat publik terkesan.
Bayimu mau meminum susu formula tanpa alergi dan kamu bisa meninggalkannya tanpa perlu DBF atau memerah ASI? GOOD FOR YOU!
Namun jangan lupakan, bahwa ada Ibu yang memilih untuk tetap memberikan ASI di saat ia juga punya kegiatan yang menyita waktunya. Bukankah tak perlu ada adu nasib dan menyerang sesama Ibu hanya untuk memvalidasi pilihan kita sendiri? Bukankah tak baik menyudutkan orang lain atas ketidakmampuan kita dan denial terhadap keadaan?
Tidak pernah bosan saya bercerita tentang perjalanan yang kadang naik dan kadang turun sebagai seorang Ibu. Anggaplah saya tengah mendramatisir hidup. Namun, poin yang ingin saya sampaikan adalah selalu; tidak ada yang benar-benar memberitahu detail menyakitkan soal melahirkan bayi mungil yang kelak akan mewarisi banyak hal dari kita. Tidak ada yang akan mewanti-wanti soal betapa kesepiannya malam-malam panjang ketika terjaga untuk menyusui dan menimang si kecil. Terdengar sederhana. Begadang dan kehilangan sebagian besar waktu tidur amat terlihat sederhana. Semua orang bisa. Tetapi bukan itu esensinya. Mengapa seorang ibu luar biasa letih hanya karena begadang untuk mengASIhi? Mengapa banyak dari mereka seolah berubah menjadi seseorang yang lain hanya karena status telah berganti? Jawabannya karena bukan hanya mata yang terbuka, namun tubuh yang bekerja ekstra. Kalian kira menyusui hanya sekadar mengucurkan ASI untuk memberi ketenangan dan rasa nyaman pada bayi? Pernahkah kalian berpikir dari mana ASI dihasilkan? Ada tubuh yang dikorbankan, ada berbagai upaya ditunaikan agar air kehidupan penuh nutrisi itu dapat terus keluar demi mengenyangkan sang buah hati. Dampaknya apa? Anak yang sehat, kuat, tangkas!
Dalam proses panjang tak main-main tersebut, tak jarang banyak Ibu yang kehilangan dirinya sendiri. Ibu yang lupa bahwa ia juga berhak mendapatkan hal lain yang diinginkannya. Ibu yang mengesampingkan ambisi dan mimpinya. Ibu yang lupa cara tertawa terbahak-bahak. Ibu yang tak sanggup bicara tentang kesukaan dan ketidakpuasan. Ibu yang hanya menerima dan memendam. Ibu yang menangis sendirian.
Pada hari terakhir dari World Breastfeeding Week 2023, saya mengapresiasi seluruh Ibu maupun calon Ibu yang berkesempatan membaca tulisan ini; you are worth it. Saat ini memang tak mudah. Bahkan luar biasa sulit. Saya menangis setiap hari di bulan pertama menjadi Ibu. Merasa sakit tiap kali bayi menyusu di tiga pekan pertama. Namun upaya untuk memberikan yang terbaik, mempersembahkan hak anak yang berada pada kita adalah motivasi untuk menunaikan kewajiban sebagai orangtua. Sebagai Ibu.
Rasa sakit itu, frustrasi, segala macam emosi yang berkecamuk dan membuat kita hampir gila, percayalah, kamu tidak sendiri. Ada banyak Ibu bangun setiap jam dari tidur tak lelap untuk menyusui dan menimang bayinya. Ada banyak Ibu menangis atas kedukaan dan ketidaktahuannya. Ada banyak Ibu merasa terluka dan hampir menyerah.
Kamu telah bertahan sejauh ini. Mengandung, melahirkan, menyusui, kamu adalah Ibu terbaik yang dimiliki oleh anakmu. Dan begitupula, kamu adalah aset terbaik yang dirimu miliki.
Jangan takut meminta bantuan. Jangan sungkan. Konselor laktasi, psikolog, psikiater. It's okay. Jangan tahan dirimu dari mengeluarkan unek-unek. Sampaikan; lantang!
Apa yang kamu inginkan tidaklah sepele dan sekadarnya. Apa yang kamu rasakan adalah valid! Jangan biarkan society mendikte apa yang kamu harus perbuat.
Jangan abai dan acuh. Menjadi Ibu, terpenting adalah menjadikan dirimu waras dalam menjalankan peran.
Jangan biarkan apa dan siapapun mematahkan semangatmu.
Salam sayang,
(juga) seorang Ibu
Siti Sonia Aseka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar