Menjelma Aku
Siti Sonia Aseka
Menjelma
aku, kau harus tau. Bahwa senyum dan tawa yang biasa ku tampilkan tak selalu
berarti sama. Dibaliknya bisa saja ku simpan beribu luka, yang hanya mampu kau
lihat kala air mata tak mampu jadi obatnya.
Menjadi aku, kau harus paham.
Tegarku lahir dari jatuh berkali-kali, luka berdarah-darah, amarah tertahan
lama dan pengkhianatan berulang-ulang. Aku kuat sebab tak ada lagi pilihan.
Namun, cemerlang itu hanya diartikan terang. Padahal bulan pun punya sisi
gelap.
Kau tau, ada masa aku ingin menghancurkan
seisi dunia, menghukum seluruh manusia dan mengubah biru langit menjadi jingga.
Untuk membunuh sekian rasa ingin menyerah, menghalau gundah yang mendadak
singgah, melepaskan diri dari tuduhan bersalah.
Aku pernah percaya pada mereka yang
kuanggap saudara. Orang yang tumbuh bersama denganku disebuah tempat yang
menuai beragam kenang. Menganggap mereka keluarga kedua, menceritakan segala
resah, melenyapkan gelisah. Bersama mereka, kuceritakan seluruh mimpi, berharap
mereka menjadi tangga atau setidaknya menuntunku berjalan. Bertahun-tahun,
ribuan hari, kala waktu menggilas habis risauku, sebuah fakta hadir di depan
mata, menghapus seluruh percaya yang ku bangun nyaris sepanjang juang.
Menyerupa aku, kau harus mengerti, kisah-kisah
yang ku beri, hanya bagian kecil dari kerikil-kerikil yang ku lalui. Untuk
menjadi aku, setidaknya puluhan luka harus mampu kau lewati. Bukan hanya
menganggap kecil konsekuensi. Tetapi, ialah sesuatu yang harus kau adapi walau
menolak berkali-kali.
Pada akhirnya, satu tempat menerimamu.
Ialah rumah untuk pulang setelah segala jalan panjang tak berujung. Bukan yang
pertama, memang. Namun tanpanya, kau pun hanya serpih yang mengudara.
Bersamanya, kau akan jadi dirimu yang sesungguhnya, bukan lagi sekedar harap
yang tak pernah menjadi nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar