Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Rabu, 19 Agustus 2015

Semangkuk Rindu



SEMANGKUK RINDU
SITI SONIA ASEKA

            Tenda telah diturunkan. Kesibukan didalam rumah besar itu perlahan menghilang tertelan kepergian satu per satu orang. Malam telah naik disusul luruhnya hujan tepat selepas maghrib. Ada yang masih betah mengamati sekitar dengan pandangan kosong, namun pikiran yang berputar-putar. Ada pula yang telah meringkuk dibawah selimut, pura-pura tertidur karena lelah. Juga seorang yang lain yang sibuk membenamkan wajah diatas bantal, menangis. Orang-orang itu sesungguhnya tengah membendung lukanya sendiri. Berusaha berdamai dengan situasi yang tak mau berkawan hingga kini. Alasan mengapa keramaian yang harusnya berlangsung selama beberapa hari kedepan terpaksa dibatalkan dan berhenti sampai disini.
            Adalah Nadya, perempuan yang masih belum percaya bahwa satu mimpinya takkan pernah menjadi nyata sejak hari ini. Pipinya basah. Air matanya seolah berlomba dengan hujan. Ia tak penah menangis selama ini sama sekali. Tetapi, hari ini pengecualian. Sekuat apapun, ia tetap seorang wanita. Mungkin ia bisa menutup telinga untuk setiap bisik-bisik diluar sana. Mungkin pula, ia mampu menahan emosi yang meletup ketika berhadapan dengan keluarga besarnya. Dan bisa jadi, mereka hanya sedang menguatkan satu sama lain dengan tetap mengeringkan mata, menutupi luka.
            Nadya menyalakan ponselnya yang sedari tadi mati. Sengaja dimatikan sebenarnya. Semata untuk menghindari orang-orang yang bertanya sana-sini. Tentang keadaannya, tentang rencana pernikahan yang dibatalkan siang tadi. Demi apapun, Nadya pun sebenarnya tak tau pasti mengapa hal ini dapat terjadi. Satu orang yang pantas menanggung setiap salah ini ialah Panji. Ya, lelaki itu. Kepala Nadya mendadak kembali pening. Buru-buru ia bersandar di tepi ranjang, menghindari jatuh untuk kedua kali.
            Nadya baru saja hendak meraih air putih diatas nakas, ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Malas, gadis itu meraih benda yang baru beberapa saat ia lepas dari genggaman.

Panji

            Mata Nadya kembali memanas. Nafasnya tercekat beberapa waktu sebelum memutuskan untuk melempar ponselnya ke lantai, tak peduli. Mulai detik ini, takkan ia biarkan nama itu mengusik hidupnya. Mulai saat ini, Panji akan ia letakkan dimasa lalu, di belakang. Selamanya, tak mungkin berhak atas masa depan.

Palembang, 31 Juli 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...