Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Sabtu, 07 Maret 2020

"Hei, mari berteman selamanya."

"Kita tidak bisa memaksa bulan bersinar selayaknya matahari."


Di sisa petang yang nyaris habis ditelan gelap hari itu, katamu, resonansi atas memori dan gelegak mual selalu berdampingan dengan kenangan buruk.
Kau tidak lagi menyesap secangkir kopi seperti waktu lalu. (Masih) katamu, kafein yang senantiasa kau minum jadi semacam antitesa atas manis hidup yang kadang memancing candu.

Kau pikir, tidak pantas bagi mereka dengan kepala berisi sampah menebak-nebak kebaikan apa yang tengah semesta siapkan. Lancang sekali bila berharap-harap berkah apa yang sedang direncanakan jejaring kosmik kepada setitik debu, untuk membuat sebenar manusia merasa dicintai dan berharga.

Semuanya telah lama lenyap.
Entah binar matamu atau secercah intensi tentang akan ada sebentuk ruang baru demi memperbaiki segalanya.

Kesempatan. Kau menyebutnya demikian.
Pintu menuju sana telah kau cari sedemikian luar biasa.
Katamu, bila tak bergegas, barangkali memang kau akan ditemukan dalam keadaan terkapar tak terselamatkan.
Kau bilang akan lakukan apa saja agar semua kembali seperti sedia kala.

Aku harus percaya, bukan?
Meski terkadang, pada dini hari saat semua telah lelap, aku dapat melihatmu terbangun dengan kedua mata dipenuhi nestapa.

Ketakutanmu, kesepian itu, kekhawatiran yang membuatku tak bisa lari walau jalannya terbentang luas sekali.
Aku harus melakukan sesuatu.
Paling tidak memastikan bahwa nikotin dalam napasmu tak berubah jadi psikotropika yang memutus jalur udara, hingga membuat kita harus bertemu di kehidupan lain bersama masalah tak tuntas.

Kau sudah melakukan yang terbaik.
Barangkali kelewat baik sebab aku sampai harus menangis berhari-hari kala mendapatimu tergeletak kaku, nyaris mati.
Kau terlampau baik dalam membuatku tersentak lantas berlari-lari tak kenal jarak, menggapaimu, menarikmu dalam fakta bahwa aku tak pernah siap untuk ditinggalkan sendirian.

Tetapi, bagi kita, segalanya memang selalu semu.

Pada akhirnya, yang bersinar terang akan redup.
Yang paling hangat akan membeku.
Dan yang selalu ada akan terkalahkan oleh mereka dengan kapasitas istimewa.

Jadi, aku akan kau letakkan di mana?
Setelah semuanya, aku akan kau masukkan ke dalam kotak dan ditutup rapat, atau sekedar kau letakkan di atas meja untuk dipandang demi sekedar samarkan hampa?

Kadang-kadang, pilihan paling sulit adalah keputusan paling tepat.

Maka, bila diziinkan bertemu denganmu sekali lagi, bila kepergianku ternyata membawamu pada cahaya baru dan kita memang harus putus koneksi agar aman di segala sisi, mari menyimpan masing-masingnya bersama kenangan-kenangan baik. Mari menjadi entitas dengan sebenar-benar kita; manusia.

Bila kau lupa, kau seringnya menganggap dirimu dewa karena harus selalu melakukan dan menanggung semua sebab-akibat.

Namun, aku di sini, senantiasa berdiri demi menyadarkanmu; tidak ada yang sempurna meski turun dari langit sekalipun.

Hidup dengan layak dan lakukan banyak hal sebelum kesadaran bulat terkoyak.
Hingga nanti, pada saatnya teleponku berbunyi dan kau telurkan tanya soal kabar, aku dapat sekali lagi menyapa riang gembira lantas keluarkan tawaran sekali sepanjang usia, "Hei, mari berteman selamanya."


A letter by: Kinanthi Sandrina
Dalam "Nasihat Mbak Hana" Universe
Orific.
(The Dark Side)




Written by:
Siti Sonia Aseka
Palembang, 7 Maret 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...