Buat tawaku tumbuh, biarkan bahagia mekar, sirami ladang-ladang gersang bersama kasih tak kenal usang.
Ratusan kali memandang, ribuan kali menyita pikiran, jutaan harapan hingga miliar letup menuju secercah ledakan; tentang betapa kita begitu saling, singkirkan murni afeksi dengan logis tak egois.
Kemudian, pada suatu siang, kau bilang, kita sudah jauh tertidur panjang. Memimpikan masa depan hingga capai akar, cabut serabut dan singkirkan tunggal; kita tumbang.
Langit tak lagi kelabu, hujan enggan tandang, debu-debu paksa kita penuhi paru-paru sampai sesak, hingga lesap.
Matahari tak hasilkan persamaan dengan betapa ia berbinar walau manusia mendung sampai badai?
Kupikir akan ada drama saat kita putuskan bangun demi raih impian.
Kupikir, akan ada beberapa hari bahkan pekan, di mana kita menyendiri, sembunyi, tak tampakkan presensi demi lindungi hati satu sama lain.
Kupikir kita akan berakhir dengan air mata dan amarah meski kisah ajaib ini telah usai sejak lama sekali.
Tetapi, kita hanya melempar pandang, beri setipis senyum hambar, palingkan muka, tak berharap mampu lontar sapa paling wajar. Kita hanya sedang berusaha untuk jaga yang tersisa, meski tentu tak dapat saling menyembuhkan.
Yang retak, yang pecah, kita genggam erat meski telapak rasakan luka.
Tajamnya, pahit yang kuasai kerongkongan, lelah dan pedih namun suara tercekat tanpa niat membahana.
Tidak ada tanya mengapa.
Bahkan sejak kisah itu berlalu, kupikir, kita memang tak butuh alasan basi untuk obati ingin tahu.
Yang pergi, biar.
Yang tinggal… mari, kita pulang.
Selamat datang.
Palembang, 16 Maret 2020
Siti Sonia Aseka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar