IMBANG
Bagi saya, salah satu unsur penting atas tercapainya taraf bernama bahagia adalah imbang.
Imbang yang bagaimana?
Sudah pasti, keseimbangan itu di raih dengan terlebih dahulu memenuhi hak-hak hidup.
Seperti apa?
Banyak orang mengatakan bahwa dengan membantu orang lain, dengan bermanfaat untuk sesama, berguna di mata masyarakat dan memberi dampak positif untuk sekitar, maka otomatis kita dapat dikatakan bahagia.
Tapi, apakah benar itu satu-satunya definisi kebahagiaan?
Dimulai dengan banyaknya kejadian beberapa tahun ke belakang, saya mampu mendefinisikan hal kecil tentang bahagia.
Adalah memahami segala kekurangan dan kelebihan diri, lalu memenuhi segala kewajiban hidup. Lantas, apabila segala kewajiban itu telah tunai, jangan pernah lupa untuk memberikan penghargaan kepada diri sendiri atas pencapaian yang telah kita raih.
Opini tentang mencintai diri sendiri itu sungguh benar. Apabila kita ingin dicintai orang lain, bukankah kita harus lebih dulu mencintai diri kita sendiri? Memberikan penghargaan atas pencapaian adalah salah satu solusinya.
Saya seringkali menjumpai fakta bahwa banyak sekali manusia yang mengorbankan hobi, bakat, minat maupun keterampilannya hanya demi memenuhi harapan-harapan orang lain. Mereka memangkas waktu-waktu penting yang harusnya khusus diberikan untuk merenungi segala pencapaian dan prestasi diri.
Pada akhirnya, ia merasa kehilangan dirinya, tidak menjadi diri sendiri dan hidup dalam kepura-puraan.
Mengapa saya berkata demikian? Sebab, saya pernah berada di posisi itu. Saya mati-matian mengejar kesempurnaan untuk orang lain, tetapi saya lalai terhadap diri sendiri. Saya ingat betul, ada tahun di mana saya sama sekali tidak pernah meluangkan waktu untuk menulis (kecuali caption-caption panjang di Instagram), padahal menulis adalah bakat dan minat saya. Saya tidak pernah memberikan hak-hak tubuh dengan cukup dan sesuai porsi, salah satunya tidur nyenyak dan makan teratur. Saya bahkan jarang sekali merenungi pencapaian saya dan hanya berfokus pada perbuatan apa selanjutnya tanpa istirahat. Di titik itu, saya merasa hebat dan hampa di saat yang sama.
Bayangkan, ketika teman-teman lain mampu berbuat bebas, saya terjebak dalam bingkai aktivitas yang dulu saya pikir adalah yang paling baik. Padahal, apalah artinya keterbaikan itu bila saya melupakan siapa diri saya sesungguhnya?
Hari ini, ketika saya diberi kesempatan untuk menjadi pengamat dalam diam, saya sadar bahwa kejadian serupa terjadi pada orang lain.
Mereka tak mengenal tahap diam untuk melompat, sebaliknya hanya tau kerja, kerja, paksa. Ya, ketika jatuh, mereka tak mengambil jeda untuk mengobati, melainkan semakin kencang berlari demi mengejar entah apa yang bahkan jauh dari jangkauan mata.
Sama dengan siklus siang dan malam, fenomena ini menurut kacamata saya, akan terus berlanjut hingga titik di mana semua kesibukan itu membunuh karakter kita perlahan.
Saya mengerti bahwa masa muda haruslah diisi dengan kebaikan-kebaikan dan kebermanfaatan. Saya pun paham bahwa banyak sekali hal yang harus kita raih sebelum usia merenggut habis kesempatan. Saya tau, dan saya sadar kita semua tengah berusaha untuk sampai di tingkat itu.
Tapi, alangkah lebih baik bila kita menemukan titik keseimbangan itu, kan?
Karena yang berlebihan tak pernah berakhir indah, maka prioritaskan kesesuaian porsi dalam gerak.
Kepada entah siapa, yang mungkin membaca tulisan saya, saya harap kamu merenungi apa saja yang telah terjadi sepanjang perjalanan ini, lalu segeralah mengukur pencapaian kemudian membuat jeda waktu.
Karena kita hanya hidup sekali, dan kesempatan untuk menjadi yang terbaik juga tak mungkin dua kali, maka jadilah pribadi yang adil dan takkan lagi mengorbankan salah satu demi sisi yang lain.
Siti Sonia Aseka
Palembang, 15 Agustus 2018
Rabu, 15 Agustus 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda
Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...
-
Jadi, pada senja yang nyaris rebah itu, ku telusuri jalanan padat lagi sempit. Demi satu porsi Gelato yang habis ditelan ingin, pada mas...
-
Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi Sejak abad ke-18, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa Internasio...
-
Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar