MENDUNG
(SITI
SONIA ASEKA)
S
|
udah
dua puluh hari berlalu, sejak kita memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri.
Dengan mimpi yang sepertinya hanya tinggal sisa-sisa bagimu, dan aku yang
serupa genangan masa lalu sehingga wajib kau lupa seiring berjalannya waktu.
Pernahkah terlintas di pikiranmu tentang aku, yang terseok menghapus puluhan
bahkan ratusan memori seorang diri? Sementara kau dengan tenang telah
menggandeng dia, kekasih barumu.
Bohong bila ku bilang aku baik-baik
saja. Bohong jika ku katakan bahwa aku telah melupakan semua yang pernah ada.
Adakah kebohongan lagi yang harus ku lontarkan agar menghilangkanmu dari hati?
Seolah aku terlampau kuat untuk menangisimu, padahal faktanya ada air mata
disana yang ku yakin kau pun tak dapat menduga.
Apakah episode melupakan dan
menghapus ini akan tetap berlanjut? Atau akan ada masa dimana kita tak berat
lagi untuk berbagi sapa, seolah tak pernah ada luka yang tercipta?
Empat bulan bukan waktu yang singkat
bagiku untuk percaya padamu, percaya pada semua yang kau katakan. Kau ingat waktu
itu? Ketika kau datang saat aku masih menyimpan banyak luka karenanya?
Atau ketika kau datang menghadirkan
banyak tawa, yang tanpa sadar sempat menghilang tertutup kedukaan (lagi-lagi)
oleh dia. Kala itu, aku ingin segera mempercayaimu. Meyakini bahwa kedatanganmu
yang tiba-tiba adalah balasan Tuhan atas segala doa yang ku panjatkan pada-Nya.
Namun ternyata, butuh waktu lama. Butuh begitu banyak masa untuk memaku setitik
suka yang kau bawa. Dan batinku bertanya, sebesar itukah rasaku padanya hingga
menerimamu aku tak kuasa?
Kau membuktikan banyak hal. Tentang
rasamu, keinginanmu, serta mimpi yang ternyata sejalan denganku. Berbeda dengan
dia yang penuh doktrin, kau lebih bisa menerima segala mauku. Perbedaan kita yang
tak dapat disangkal itu, nyatanya bukan halangan berarti. Kau memahamiku, dan
aku tak menemukan sosok itu dalam dirinya, dulu. Kau seolah tau kita akan
sampai dimana dan menjadi seperti apa. Tanpa ku sadari, kau membawaku menuju
banyak hal. Segala yang bahkan tak pernah terlintas di benakku, kau jadikan
nyata.
Kepercayaan itu datang. Benar-benar mampir pada ketukan
ke sekian. Untuk kedua kalinya, aku jatuh cinta.
Detik itu, aku merasa hidup kembali.
Bernafas dengan oksigen yang lebih penuh dan tak tertandingi. Kau selalu ada
dan aku menghargai itu. Pemikiranmu menuntunku untuk belajar banyak hal agar
nanti dapat mengimbangi ide-ide menakjubkan yang kau cipta. Aku terlampau
bahagia. Tak ku pungkiri, kini cinta itu perlahan berubah jadi ambisi. Aku menginginkanmu
dan aku tau aku mampu melakukan itu.
Pemikiran yang ternyata ku sesali
kini. Ambisi yang membunuh logika ku terhadap mimpi-mimpi.
Keberadaanmu serupa pelangi. Tak
peduli sebanyak apa pertengkaran yang kita alami, kau mampu meyakinkanku untuk
bisa menghadapi ini. Ketika keinginan untuk menyerah itu menyerang hati, kau
datang kembali. Menahanku agar tak pergi. Membangun tembok yang lebih kokoh dan
lebih bisa menjaga segala hal yang berkaitan tentang hati. Tanpa terasa, aku
jadi secinta ini, sebergantung ini padamu. Tak pernah mampu ku bayangkan
hari-hari tanpa hadirmu, tanpa percakapan mengundang tawa yang kau bawa sebagai
usaha untuk benar-benar menghapus dia. Ku akui, kau berhasil.
Pukul dua pagi. Seperti biasa, aku
sudah terbangun bahkan sebelum ayam berkokok berisik di titik permulaan hari.
Sibuk memeriksa akun twitter, berharap ada sedikit jejak yang kau tinggalkan
sebelum larut di dunia mimpi.
Dulu, akan selalu ada sedikitnya
satu pesan darimu. Entah itu lelucon lucu atau hanya sekedar ucapan selamat
malam yang entah mengapa mampu menerbangkanku ke angkasa.
Aku mendesah gusar. Tak ada jejak. Kau
menghilang lagi.
Mataku memanas. Lelehan air mata
pada akhirnya meluncur lagi, tak peduli seberapa keras aku berusaha untuk
menguatkan diri. Sedetik kemudian aku menyadari, siapa aku ini? Tak tau diri
sekali! Mungkin kau sudah mengucapkan selamat malam pada dia, wanitamu yang
baru. Atau bahkan, mungkin kau sedang memimpikan dia saat ini?
Aku meraih headset di atas kepala.
Memasangnya buru-buru. Ingin segera larut dalam perasaan yang entah bagaimana
bisa menyakitiku sedemikian kejam.
Eternal Sunshine.
Kita berdiri berdampingan, apa kau
sadar?
Pesta perpisahan yang bagiku serupa
bom waktu. Sebenarnya, aku tak hendak datang. Namun, mengingat kekata ibu waktu
itu, aku akhirnya mengubah pikiran. Ini mungkin kali terakhir kita jumpa. Dan
aku cukup menantikan reaksinya.
Beku.
Itu yang ku rasa ketika melihatmu.
Ada dingin yang mampir dan ada sesak yang mendobrak kencang di dada. Ada air
mata yang berontak ingin keluar, aku tak dapat memungkiri luka. Sepertinya
memang benar, aku tak harus datang. Tembok yang ku bangun itu nyatanya belum
cukup kokoh walau sekedar untuk menatap wajahmu.
Kita
berada di tempat yang sama, namun tak dapat berbagi tawa.
Kita berada di tempat yang sama, namun tak mampu melontar
kata.
Kita berada di tempat yang sama, namun tak bisa saling
menatap mata.
Merindukanmu adalah saat-saat
tergelap. Ketika keinginan untuk melupakan itu semakin kuat meski namamu masih
terpatri di hati, aku hanya mampu larut dalam diam yang lama. Kemana pelangi
itu kau bawa pergi? Mengapa hanya sisa mendung disini? Teganya kau membawa
serta bahagia itu tanpa sisakan sedikit ruang bagiku untuk turut memeluk tawa.
Kau telah temukan cahaya yang baru,
yang lebih mampu menyinarimu ketimbang aku. Kau sudah punya indah yang baru,
yang lebih bisa menghias harimu dibanding aku. Kau sudah melupakan kita, meski
aku masih disini mengingatmu.
Aku masih larut dalam kenangan yang
nyaman. Hingga nanti tiba waktunya berpindah, mengubur banyak hal.
Untuk saat ini, izinkan aku menata
hati. Membersihkan sisa-sisa hadirmu yang masih nyata terasa. Takkan ku biarkan
sembarang orang untuk mampir. Akan ku jaga tempat ini, ku kunci rapat tanpa
celah sedikitpun bagi orang-orang untuk mengintip ke dalam. Karena aku telah
mengubah banyak sisi, agar nanti pantas di tempati oleh yang terbaik, yang di
takdirkan Tuhan untuk menetap, tak hanya singgah dan menimbulkan luka ke sekian
kali.
Palembang,
18 mei 2015
Teruntuk
Anda, selalu Anda.
Adakah
mendung itu mampir di langit duniamu malam tadi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar