Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Minggu, 21 Juni 2015

Puisi (Jelang Dua Bulan)


JELANG DUA BULAN
(SITI SONIA ASEKA)

            Aku tak tau sejak kapan jadi segila ini. Puluhan lemparan bahkan tendangan membabi buta telah kulayangkan kesana, pada ring basket yang tak bersalah apa-apa. Hasilnya, aku terduduk ditengah lapangan, dengan keringat mengucur deras dan nafas yang tak beraturan lagi arahnya. Pandanganku meremang, setidaknya sebelum kuhempaskan bola basket itu sekuat tenaga untuk terakhir kalinya. Buru-buru bangkit, kuseka kasar keringat yang lagi-lagi mengalir dari pelipis dengan punggung telapak tangan.


            Aku tetaplah aku. Tak peduli sebanyak apa sakit yang kau antarkan padaku, atau seberapa besar luka yang kau jejalkan di jiwaku. Dan kau tetaplah kau. Yang tak butuh waktu lama untuk temukan tambatan hati yang baru, kemudian dengan mudahnya melupakanku; seseorang yang kau sebut sebagai masa lalu.
            Inilah jalan yang kita sepakati, awalnya. Ketika kau tawarkan jurang dan aku mengetuk palu tanda setuju. Semua sesak ini, terasa ngilu. Pun itu menggerogoti kesehatan batinku. Senyum ini, tawa ini jika kau mau tau, tak pernah lagi sebebas dulu. Terlalu sulit dan membelit tiap-tiap syaraf sadarku.

Seharusnya, aku menyebutmu apa?

            Hingga akhir dari segala kenangan itu tinggallah keinginan untuk melupakan, tanpa berpikir menyisakan sedikit saja cerita untuk dibagi nanti, ketika kita telah belajar memaafkan keadaan.

            Hampir dua bulan, Tuan. Sejak segala yang manis itu berakhir pahit bagiku. Seolah pemanis buatan, memaksa segala hambar menjadi rasa yang dicinta, kemudian meninggalkan bekas yang sulit hilang, pun itu menenggak air seteko penuh.
            Jelang dua bulan, Tuan. Berdiriku sendiri, tertawaku bukan karenamu lagi. Aku tak minta kau mengingat setiap memori. Hanya sedikit saja, sisakan ruang bagi sosokku untuk kau kenang di kemudian hari. Sebagai pembelajaran atas segala salah yang harus dibenahi.
            Pun, dimasa depan. Ketika kita menjelma mimpi yang abadi. Engkau dengan dia sementara aku dengan seseorang yang lebih baik. Takkan ada lagi spasi yang mengiringi sapa, atau tangis tanpa muara. Kita sama-sama berhak bahagia dan pantas untuk menikmati rentetan gelora, tak hanya tentang kita berdua.
            Jika nanti, Tuan. Jika nanti terbersit keinginan di hati untuk kembali, maka halaulah sesegera mungkin. Tak peduli jika aku pun masih mencintaimu, tak peduli bila rinduku menggebu menuntut temu. Jangan pernah datang lagi. Jangan pernah mengatasnamakan takdir atas segala yang telah terjadi. Karena bagiku, angin yang telah berhembus tak dapat kembali lagi. Dan kau harus berusaha untuk mencari jalan yang baru, tanpa aku… tanpa kita.

Palembang, 16 Juni 2015.
Kepada, yang telah kulupakan namanya.
Berbahagialah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...