JINGGA
SENJA
SITI SONIA ASEKA
Destinasi Senja.
26 tahun, penyuka
hujan, penikmat kopi, pecandu fiksi.
Senja, begitu ia biasa dipanggil.
Sekali lagi untuk kesekian masa terlewati, menyusut air mata yang berulang kali
mengalir di pipi. Tiada isak, tiada ronta apalagi ratapan sakit yang entah
mengapa menghujam dadanya. Memicu emosi yang selama ini tersimpan rapi, tak
pernah meledak barang sekali. Tapi, malam ini lain. Dalam sunyi yang membuat
ngeri, wanita itu memeluk lutut erat. Menenggelamkan wajahnya diantara kedua
lengan yang melemah.
Undangan itu ia tatap lagi. Sekali
lagi, berkali-kali hingga letih dan matanya memanas kemudian meraung dalam
hati. Mengapa?
~~~
Wanita itu tersenyum. Bersusah payah
ia langkahkan kaki ke panggung ini, berniat menyalami kedua mempelai. Tangis
itu tak ada lagi. Luka itu, entah bagaimana telah diusir pergi. Hanya pasrah
yang ia bangun setebal mungkin, setinggi yang mampu ia lakukan seorang diri.
“Barakallah.”
bisiknya dengan senyum segaris.
“Terima
kasih telah hadir.” Senja memeluk jemarinya, menyembunyikan getar yang kembali
mampir. Mengangguk kecil, ia berjalan pergi, buru-buru sekali.
Diakah
genap yang selama ini kau cari?
Senja merapat ke pintu, berniat segera
pergi dari situ. Matanya mendadak sendu, nyalinya mengabur termakan sesuatu
yang ia pun tak tau. Selangkah menuju gerbang, seseorang menyerukan namanya.
Nada yang ia kenali radarnya.
“Senja? Lama tak bertemu.”
~~~
Jingga Mahendra.
29 tahun, pencari genap
yang sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar