Sabtu, 22 Desember 2018
A Sweetener
Omong-omong soal gula....
Selain tebu, ternyata ada beberapa varian produk yang dapat dijadikan sebagai bahan pemanis ke dalam makanan dan olahan. Dua diantaranya adalah jagung dan rumput stevia.
Apa sebenarnya perbedaan dari tiga bahan baku gula tersebut?
Berdasarkan urutan kandungan kalori, gula tebu menduduki peringkat pertama dengan total 4 kalori. Disusul gula jagung (3 kalori) dan terakhir gula dari rumput stevia (0 kalori). Data ini berhasil menunjukkan bahwa ternyata, gula yang terbuat dari rumput stevia lebih baik digunakan untuk mencegah dan mengurangi efek diabetes, yang hari ini diidap oleh kurang lebih 10 juta orang di Indonesia.
Namun, apakah dengan kandungan kalori yang begitu rendah, rumput stevia memiliki dampak rasa manis yang rendah pula?
Faktanya tidak, saudara-saudara.
Untuk urutan pemanis paling manis diantara tiga jenis bahan baku gula tersebut, rumput stevia ternyata memiliki rasa manis yang paling signifikan alias paling manis di antara gula tebu dan gula jagung. Posisi kedua dengan mulus diraih oleh gula tebu dan yang terakhir sudah pasti gula jagung.
Jadi, baiknya gula apa yang digunakan dalam keseharian?
Jika mendasar pada data di atas, sudah jelas bahwa gula dari rumput stevia memiliki kelebihan yang membuatnya unggul dua langkah dibanding gula lain. Namun, tentu dibalik segala kelebihan, pasti ada kekurangan pula, bukan?
Rasa manis gula stevia menyentuh kadar 300 kali dibanding gula tebu. Hal ini menimbulkan hadirnya rasa lain selain manis, yang agak mengganggu setelah kita mengkonsumsi makanan olahan yang mengandung gula stevia, yaitu sensasi sepat atau kelat.
Duh, jadi makin galau, ya? Hahaha....
Jadi, sebenarnya apa maksud saya menulis hal semacam ini?
Jelas ada tujuannya, dong.
Seperti memilih gula, dalam hidup, kita tidak bisa sembarangan. Salah ambil langkah, tamat sudah riwayat, the end.
Juga layaknya menentukan gula mana yang akan menjadi teman sehari-hari, kita tidak bisa menggunakan ketiga jenis tersebut dalam satu olahan. Merepotkan dan tidak efisien. Nah, sama dengan hidup. Kita tidak boleh serakah dengan menjadi ketiga-tiganya atau berupaya untuk memiliki semuanya. Kita harus konsisten terhadap satu dan bertahan atasnya hingga akhir. Yah, itu pun bila kita tidak berubah pikiran di tengah jalan.
Saya selalu percaya bahwa saya adalah salah satu jenis manusia gula jagung. Kenapa? Karena saya kurang dan memang tidak bisa bersikap manis. Hahaha.. ketawa dong, biar nampak lucu. Tapi, dibalik sekedar ketidakmanisan itu, semoga saya juga mencontoh gula jagung yang rendah kalori serta menjadi pilihan demi sesuatu bernama kesehatan. Kesehatan di sini tidak selalu berarti fisik, ya. Bisa juga hati, mental, agar tidak ada yang namanya 'diabetes kalbu', hiyaaa.
Seperti lagunya Hivi, "Siapkah Kau tuk Jatuh Cinta Lagi?"
Saya juga akan bertanya," Siapkah Kau tuk Memilih Kembali?"
Jadi, gula apa yang kamu suka?
Dan apakah gula tersebut mewakili dirimu yang sesungguhnya?
______________________________
Palembang, 22 Desember 2018
Siti Sonia Aseka
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda
Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...
-
Jadi, pada senja yang nyaris rebah itu, ku telusuri jalanan padat lagi sempit. Demi satu porsi Gelato yang habis ditelan ingin, pada mas...
-
Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi Sejak abad ke-18, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa Internasio...
-
Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar