Di masa lalu, saya beberapa kali berurusan dengan jenis manusia yang loyal sekali terhadap sesuatu atau seseorang. Apapun yang sesuatu atau seseorang itu yakini, ia juga akan ikut meyakini tanpa tapi. Begitupun terhadap apa yang sesuatu atau seseorang itu benci, dia juga akan membenci sampai setengah mati. Seolah pengkultusan terhadap makhluk, bisa dibilang. Mereka ini bukan tipe yang mudah meletakkan kepercayaan. Namun, sekali tersandung sesuatu yang memaksanya percaya (keadaan barangkali), maka ia akan sukarela memasrahkan diri. Terdengar lucu, ya?
Lalu, di usia dua puluhan, saya kembali berjumpa dengan jenis manusia gunung es. Kelihatan dingin habis-habisan dan sulit dijangkau, tidak berpondasi pada hal selain diri sendiri, bagai buku tertutup yang tak terbaca, bahkan menjelma pintu rumah yang takkan sengaja dibuka walau sudah digedor berulang kali. Seram. Jika bisa, saya bahkan tidak ingin berurusan dengan manusia sejenis ini sama sekali.
Tapi, ada pula jenis manusia hangat, yang dengannya seolah matahari bersinar terang walau diluar badai melanda. Sosok yang ingin terus didekati dan dijadikan tempat pulang bagi banyak orang. Presensi dengan senyuman mengembang dan mata berbinar indah setiap saat. Orang yang akan mengulurkan tangan, meminjamkan jaket, mengantar sampai di tempat, menunggu hingga bosan, bahkan memasakkan makanan kesukaan ketika sakit.
Dari dua tipe manusia itu, saya ternyata cukup terlambat menyadari bahwa sesungguhnya masih ada tipe lain yang harus saya pandang baik-baik.
Pertama, sosok hangat yang terlihat dingin.
Saya berhadapan dengan jenis pribadi macam ini terlampau jarang dalam hidup. Ia diam, fokus, tak banyak berulah, namun peduli. Tidak bertanya dengan suara, namun mengetahui via indera pendengaran. Orang yang tidak akan duduk menunggu, tetapi dengan sukarela bangkit mencari. Orang yang seolah tidak memikirkan atau mengkhawatirkan apapun, walau faktanya dia yang lebih dahulu mengerti dan mencemaskan. Manusia yang tidak butuh diingatkan berulang kali, sebab ia segera melaksanakan tak lebih dari lima detik peringatan. Ia seolah fokus pada dirinya sendiri dan masa bodoh dengan sekitar, tampak hidup demi sekedar bertahan, lalu menyelesaikan apa yang tampak sukar dan mustahil diperbaiki. Ia mencoba segalanya dalam diam yang terjaga.
Kedua, sosok dingin yang terlihat hangat.
Orang macam ini, kurang lebih sama dengan manusia yang masuk dalam hidup saya di paragraf pertama. Orang yang seolah hangat, padahal dingin. Terlihat lembut ternyata keras. Orang yang sekali menerima kritik langsung patah bahkan hancur berantakan. Orang yang terbiasa didengar namun tak bisa mendengarkan. Hanya fokus pada sesuatu atau seseorang yang menurutnya penting, tanpa pandang apakah hal tersebut benar atau salah. Melelahkan. Manusia macam ini sungguh nyaris seratus persen merepotkan. Hanya akan menjadi beban pikiran. Parahnya, ia berdiri atas dasar kekuasaan. Untuk yang satu ini, kita perlu banyak berdoa hingga mulut lelah hanya demi mengharapkan ia berubah selangkah saja.
Jadi, sebelum bertemu dengan jenis-jenis manusia macam itu, ada baiknya kita belajar mengelastiskan hati, agar kala ditarik dan dilempar, kita akan tetap kembali pada wujud semula. Tidak hancur, tidak lebur.
Atau pilihan paling akhir; bersikap masa bodoh. Hal ini perlu juga, terkadang. Demi melindungi hati yang sekokoh apapun tetaplah segumpal daging. Tidak terbuat dari baja atau logam sejenis. Bagus, demi kesehatan dan keberlangsungan kalbu, katanya.
Jadi, manusia macam apa?
Individu yang bagaimana?
Sudahkah kita mengenal diri sendiri sebelum acak-acakan menilai orang lain?
"Jangan sekedar paham. Selami!"
____________________________________
Palembang, 26 Desember 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda
Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...
-
Jadi, pada senja yang nyaris rebah itu, ku telusuri jalanan padat lagi sempit. Demi satu porsi Gelato yang habis ditelan ingin, pada mas...
-
Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi Sejak abad ke-18, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa Internasio...
-
Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...
Keren bahasa nya puny karakter.. Sempet meraba bbrp orang yg dimaksud.:)... Saran aja di layout-nya cz rada pusing bacanya tp ttp dilanjutin ggra penasaran :D
BalasHapusWah, ada adek youtuber hehe.. Terima kasih sudah mampir. Inshaa Allah otw perbaikan haha
Hapus