Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Selasa, 25 Desember 2018

Mulai dari NOL

Satu tahun lalu, saya memutuskan menggunakan tagline "Mulai dari NOL" untuk sebuah awal atas banyak pembaruan demi mengobati sekian kekecewaan. Langkah-langkah yang saya lakukan agak lucu, sebenarnya. Malah terkesan seolah lari dari kenyataan. Padahal, ibarat karet elastis, sejauh apapun ditarik, akan ada satu moment di mana ia kembali pada wujud asalnya. Konklusinya? Ya semua usaha pelarian (atau malah persembunyian?) itu total percuma saja.



Saya menutup akun Instagram yang telah menemani sejak memulai petualangan di Kampus, melakukan perjalanan ke dua negeri satu rumpun yang kebetulan bertepatan dengan masa PKL program studi, lantas berusaha membangun kembali jiwa masa lalu; menilik serius pada hobi, minat dan bakat yang nyaris satu tahun saya kesampingkan, kemudian berupaya mendaftar pada banyak program pengabdian masyarakat, beasiswa, serta pertukaran pelajar bahkan. Hasilnya? Well, bisa dibilang tidak semua rencana tersebut mendulang sukses, memang. Tapi, saya sadar, ada beberapa kesalahan atas kekecewaan itu yang membuat diri mampu bertindak dan berpikir lebih seimbang. Contohnya? Berusaha melihat pada sudut pandang berbeda dan menyelami pemikiran orang lain, mungkin. Beberapa waktu saya habiskan dalam balutan esklusifitas, yang mana menjadikan pemahaman saya sesempit pandangan mata saja. Saya memihak dan tidak menyukai dengan kadar habis-habisan, menyatakan persetujuan dan ketidaksepakatan secara luar biasa keras. Input dari semua itu adalah rusaknya jiwa yang saya anggap sudah benar dan baik.

Maka, saya baca lagi banyak kisah tentang kepatahan hati, alasan dibalik pergi dan berhentinya seseorang dari sesuatu yang awalnya amat ia yakini, mencoba menerima segala hal dalam genggaman dengan tidak banyak melirik pada kepunyaan orang.

Saya akui, pemaksaan pemikiran positif macam itu berguna walau tak mendominasi. Sebab, bila melihat ke belakang lagi, saya jadi mengerti mengapa di masa lalu saya amat berambisi untuk menjadi sesuatu, minimal menerima pengakuan. Terkadang, jatuh sedalam-dalamnya membuat kita berharap dan melihat puncak yang setinggi-tingginya. Hal semacam itu memicu keinginan dan keberanian kuat untuk memanjat tanpa memedulikan resiko terluka. Bagus, bukan? Tidak perlu berpikir dua kali demi mencapai tujuan baru, niat menjadi lebih lurus dan hati hanya dipenuhi oleh kepentingan yang memang dibutuhkan. Pada gilirannya, diri berhenti membandingkan hasil yang didapat sendiri dengan apa yang dimiliki orang lain, lebih bisa menghargai pencapaian dan mengerti kapan harus rehat setelah berjuang keras.

Tapi, tetap, ya. Jangan lupakan bahwa segala aksi yang kelihatan baik-baik saja itu aman dari riuh jerit hati. Karena sesungguhnya, berbulan-bulan yang habis dimakan galau, saya masih sering mempertanyakan takdir hingga beberapa kali berujar ingin menyerah. Memalukan, bukan? Lagi-lagi, banyak sekali tindakan tidak rasional yang telah saya perbuat di masa lalu dan sukses menyulut tawa hari ini.

Tentang menerima dan mengikhlaskan memang bukan perkara membalik telapak tangan. Sama dengan kebahagiaan, hal-hal macam itu bukan sesuatu yang dapat kita jumpai di toko serba serbi atau pasar kelontong, tidak pula ditemukan asal di pinggir jalan, atau benda yang kita simpan lama hingga beku dan berdebu di sudut lemari. Jadi, jelas, butuh usaha lebih dari seadanya untuk mencapai satu senyum kelegaan. Karena harapan dan retorika saja tidak mempan lagi menyatakan masa depan. Hidup tidak seindah dan semanis drama Korea, kawan-kawan.

Lantas, walau terseok sampai nangis-nangis bahkan, saya tekankan pada diri bahwa saya harus jauh lebih baik ketimbang kemarin. Malu dong, sudah mendeklarasikan diri berubah dan move on tapi masih tidak bergerak walau selangkah. Bukan saya banget. Pokoknya, apapun yang terjadi, badai macam apapun harus saya lalui demi menjadi sosok baru dengan meninggalkan segala jenis sakit hati.

So, untuk siapa saja yang sedang memulai dari nol lagi kisah perjalanannya, jangan mudah berputus asa, ya. Jangan berprasangka buruk pada Allah dan orang-orang di sekitar. Jangan pula menyalahkan diri berkepanjangan. Karena masing-masing orang punya garis jalan yang tidak selalu sama dengan individu lain. Jangan merecoki takdir dengan penolakan, jangan merusak sirkuit otak dengan menjadikan segala kegagalan pencapaian sebagai beban berat luar biasa hebat.

Hei, berhenti menjadi ratu drama. Kamu bukan satu-satunya orang yang menderita di dunia ini.

Jangan terlalu meninggikan sesuatu hingga membutakan mata terhadap banyak hal. Rugi. Masa muda haruslah diisi dengan perjalanan yang mengkayakan pola pikir, bukan malah mempersempit sudut pandang.

Kebahagiaan sebenarnya kita yang ciptakan, bukan orang lain, tidak pula bergantung pada hal-hal yang bersifat dunia saja. Mengingat kebermanfaatan macam apa yang dapat membawa kita lebih dekat dengan pahala pun mampu menjelma rasa bahagia yang dibalut syukur. Jadi, kenapa harus berberat hati? Mengapa masih menukik tajam bila bisa mendarat mulus? Ayolah, menerima dengan hati paling bersih dan lapang tidak akan melukai siapa-siapa, sungguh.

Oh, dan satu lagi.
Niat yang lurus juga diperlukan, ternyata.
Jadi, kalau ingin benar-benar "Memulai dari NOL", kita harus mampu dan cukup tegas dalam meluruskan niat yang bengkok dan acak-acakan. Tidak peduli seluar biasa apapun rasa sakit dari pelurusan paksa itu, ya nikmati saja. Toh, tidak ada pilihan lain juga.

Asal jangan sampai patah.

___________________________

Palembang, 25 Desember 2018
Siti Sonia Aseka

1 komentar:

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...