'Sudah pulang, ya? Kenapa tidak balas pesannya? Istirahatlah.'
Nayra menyeka buah dukanya. Berusaha menguatkan diri. Mungkin Anggara telah lelap. Ya, mungkin pria itu sudah hanyut lebih dulu ke alam mimpi sehingga tak sempat membalas pesannya apalagi menelepon dini hari begini.
Nayra menarik selimut, lalu memejamkan mata. Walau baginya, sehari tanpa Anggara bagaikan setahun tanpa hujan. Dan Nayra, amat menyukai hujan.
***
Dear diary,
Aku rindu dia.
Rindu sekali.
Tapi, aku takut rinduku mengganggu keseruan harinya.
Bahkan yang lebih parah, aku takut merusak suasana hati yang ia bangun sejak pagi.
Dia pernah minta aku untuk mengerti hidupnya, ketika aku bersedia masuk kesana.
Bagiku, tak masalah selama aku mencintai segala yang ada dalam dirinya, segala yang ia punya, tak peduli apapun kekurangannya.
Tapi hari ini, sepertinya aku lelah.
Lelah menunggunya menyediakan waktu untukku, lelah menunggu kabar tak peduli waktu, dan yang terparah, aku lelah untuk mengerti.
Untuk sekali saja, aku ingin ia berada di posisiku. Di keadaan harus terus menunggu, harus terus sendiri kala butuh.
Satu kali saja.
Hanya satu kali.
Tertanda, Nayra Azzahra.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar