Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Minggu, 19 April 2015

Cerpen (Nostalgia)

Koridor yang sama, tangga yang sama, lantai yang sama.
Atmosfer yang tetap hangat mengikat, cahaya yang menyelimuti setiap sisi yang ada.
Ingin rasanya ku bawa semua objek ini bersamaku, kemanapun ku mau. Selalu.
Siang yang terasa penuh hari ini. Penuh oleh bahagia yang tak tertahan dan penuh oleh memori lama yang terbongkar keluar.
Suara bel yang baru saja berbunyi membuat suasana sekolah riuh oleh lantunan do'a.
Aku rindu saat-saat seperti ini. Duduk di kursiku, mencorat coret buku, mengobrol tak kenal waktu, tidur semauku. Dulu.
Wajah-wajah muda penuh kepolosan itu menyambutku seketika. Membuatku harus menyingkir lebih lama, mengizinkan mereka untuk melangkah cepat keluar area.
Waktu berlalu cepat sekali.
8 tahun lalu, aku yang berada di posisi mereka saat ini. Dengan seragam putih abu-abu menutup diri, jilbab yang melekat sepanjang hari. Siap menjalani hari.
15 menit berlalu bersama lamunanku.
Sedikit lengang disini. Udara seakan berkumpul lebih banyak lagi.
Melanjutkan langkah, menyusuri barisan lantai yang ada.
Kaki-kaki kurusku berhenti di satu titik. Mengedarkan pandangan kesana sini, sebelum mulai untuk menjelajah lagi.
"Selamat siang pak."
"Siang."
Satu helai memori terkuak lagi dari tempatnya. Hanya dengan lirihan suara singkat, aku seperti membuka lebih banyak ruang ingatan.
Ku putar tubuhku untuk melihat ke belakang. Sesosok tubuh jangkung menyambut pandangan mataku seketika, tanpa hambatan. Ya, itu dia. Pria itu. Tak perlu waktu lama untuk mengenalinya. Terlalu mudah, terlalu ringan.
Seolah angin membelah duniaku sekejap saja. Pria itu mendongak, membuat pandangan mata kami bertemu dalam diam yang lama.
Mata itu pun masih sama. Bening dan apa adanya. Membuatku hanyut kedalam dunia yang sama, seperti awal berjumpa.
"Lama tak bertemu." Senyum itu tampak ringan, bersahabat, hangat. Membuatku mau tak mau ikut tersenyum dalam diam yang tak kunjung hilang.
"Apa kabar?"
3 detik! Dan aku mengerjapkan mata dengan bodohnya.
"Ba-ik." terbata, ku lihat tawa kecil merekah di wajahnya. "Kau?" Menyambung kata sedemikian rupa, ku harap takkan ada kekosongan yang hadir disini, saat ini.
"Seperti yang kau lihat." lagi-lagi, tanpa melepas senyum ramah yang sedari tadi ia tampilkan di depan mata.
Aku mengatupkan mulutku yang menganga sedikit. Pura-pura mengalihkan pandangan ke arah jam tangan di pergelangan.
"Wah... Sudah sore." ujarku, di balas senyum simpul yang ke sekian kali olehnya.
"Kalau begitu, aku... Pulang dulu." aku mengangkat tangan kananku, berusaha melambai di ambang canggung yang memburu.
"Secepat itu?"
"Ya?"
"Biar ku antar pulang, teman lama."
Pria itu melangkahkan kakinya melewatiku, masuk ke sebuah ruangan yang ku tau sebagai ruang guru. Sebentar kemudian muncul, bersama dengan tas jinjing hitam dan jaket abu-abu yang telah membungkus rapat tubuhnya.
Ia menoleh sebentar padaku, menggerakkan kepalanya, sebagai isyarat agar aku mengikuti.
Hingga aku sadar bahwa kami telah bertemu lagi.
Di tempat ini, di situasi ini.
Di atmosfer yang sama, di kondisi yang aku sendiri tak bisa pahami.
Dia ada disini, berada di jarak sedekat ini, sesuatu yang dulu mungkin tak pernah terjadi.
Mungkinkah aku akan memulai lagi?
Kisah yang aku sendiri belum bisa mengerti?
Di tengah kecamuk hati yang merajai diri, aku sadar bahwa kemanapun aku pergi, takdir akan merangkulnya kembali.
Tak masalah memulai lagi.
Selagi hati masih terpatri, apapun akan bisa terjadi.
Merangkai hari, bersama sebuah hati yang menunggu untuk di tempati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Miskonsepsi Pernikahan Dini dan Menikah Muda

Miskonsepsi Pernikahan Dini & Menikah Muda Oleh: Siti Sonia Aseka Pernah salah sangka soal narasi nikah muda, nggak? Bertahun lalu, saya...