Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Jumat, 05 Mei 2017

Lelah atau Menyerah?



“Kita hanya lelah, atau sebenar menyerah?”

Kawan, masih ingatkah saat pertama kita jumpa?
Dibawah pohon rindang tua, dalam sebuah lingkaran cinta.
Lantas, kita sepakat berjuang dan melalui segalanya bersama-sama.
Dengan deklarasi sempurna, semangat luar biasa.

Lalu, satu bulan terakhir, kita melalui lebih banyak dan lebih dalam dari kisah-kisah sebelumnya.

Setiap hati tentu pernah merasakan luka.
Tiap-tiap kepala tentu pernah berpikir untuk berlari saja.
Semua komponen antara keinginan dan sisi melankolis bersatu dan membentuk karakter-karakter baru; tangguh tanpa diminta.

Kita kehilangan harapan dan punggawa terbaik, tentu.
Lantas kehilangan seperti apa lagi yang mampu membuat jiwa yang kuat itu melebur bersama waktu?

Tekanankah?
Air matakah?
Atau malah sisi mencari aman saja, kemudian melupa semua yang sebenarnya membekas sepanjang kepala berputar ke segala arah.

Semoga hari ini hati kita dilapangkan.
Sebab syukur selalu datang sepaket dengan ikhlas dan sabar.
Takkan tertinggal di langit salah satunya.
Semoga bangkit kita diizinkan oleh semesta.

Satu bulan selalu masih seperti kemarin.
Hari dimana tubuh menggigil antara takut dan cemas.
Antara tanggung jawab dan kesadaran sebagai sesama manusia.
Air mata yang berakhir dengan mengering sebelum jatuh dan mengudara.
Tawa yang lenyap tanpa pernah tau apa awalnya.
Sesuatu yang dipaksa berakhir sebelum waktunya.

Namun, kita tentu sepakat bahwa apapun yang telah dimulai, berhak atas akhir terbaik.
Dan kita telah berada ditengah-tengah perjalanan.
Jangan berhenti sebelum sampai tujuan.
Disana masih ada pundak-pundak yang butuh dikuatkan.
Hati yang menanti, penuh harap dan cemas.
Mata yang entah telah meneteskan air mata ke berapa kali.
Mulut yang lelah mengadu mengapa.

Mereka sendirinya tengah berusaha mengobati luka yang menganga.

Lantas dimanakah posisi kita?
Kitalah obat sekaligus punggung yang mereka nantikan hadirnya.

“Lemahlah bagi yang ingin lemah.
Mundurlah bagi yang tak kuat bertahan.
Silahkan bagi yang ingin mengalami kefuturan.
Sekiranya semua sepakat berhenti mengusung kemuliaan ini,
Aku akan tetap disini bersama Rabb-ku
Hingga kemenangan menjadi nyata
Dan syahid memuliakanku.” (Sayyid Quthub)

Begitu Luka, Begitu Senja



Senja luka.
Malam bungkam.
Kepingan hari yang dirangkai sekotak dengan kenangan.
Kesibukan masih sama, tawa masih ada, kerja tetap sesuai porsinya, mungkin bertambah banyak.
Yang beda hanya sesak, tengah malam gelisah, gundah sesorean.
Kemudian, pagi datang, hari demi hari berjalan, begitu seterusnya.

Air mata samar-samar, rumah kita beberapa kali disinggahi intervensi, bukan yang terburuk paling tidak.
Kepala riuh, sekitar gaduh.

Kala diam, rindu melayang-layang, tersenyum, menghina, menggoda rasa.
Gamang.
Ia menyebut beberapa nama yang berpulang.
Siang gersang, angin perlahan usang.
Ilalang pilih meranggas sebelum waktunya.

Beberapa orang tak pernah benar-benar lupa.
Bahwa sebuah kisah pernah terukir di suatu senja.
Tentang pergi, tentang tawa yang hilang, tentang bahagia yang mengudara.

Senja luka.
Malam bungkam.
Kepingan rasa dirangkai bersisian dengan doa.
Aku masih sama, engkau telah beda.

Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi

Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi Sejak abad ke-18, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa Internasio...