Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Rabu, 26 Oktober 2022

Come to Terms with The New Role

Come to Terms with the New Role


Proses kehamilan hingga melahirkan adalah sebuah perjalanan panjang sekaligus singkat. Februari 2022, God gave a gift in the form of two blue lines which made many people overcome with joy. Dari sana, petualangan trimester pertama adalah yang tersulit sekaligus mendebarkan. Selalu ada kekhawatiran tentang janin dalam kandungan; apakah ia berkembang dengan baik? Apakah ia sehat dan cukup kuat untuk bertahan sampai tiba masa persalinan? Pengalaman kehilangan nafsu makan, morning sickness berupa pusing dan sakit kepala setiap hari, moodswing tanpa henti, hingga ketidakinginan untuk bertemu banyak orang; tidak percaya diri sebab hormon yang tidak stabil menyebabkan sepanjang kehamilan, wajah dipenuhi oleh jerawat dan flek hitam.

Kehamilan pertama adalah waktu-waktu krusial di mana kehidupan seolah berubah seratus delapan puluh derajat dari biasanya. Apalagi kala itu diwarnai dengan keharusan untuk hijrah ke sebuah kota baru. Perut memang belum menggelembung. Tubuh memang belum menampakkan perubahan signifikan. Tetapi deep down inside, ada yang sedang tumbuh dan mengakar, ada yang rebah dalam sebuah kantung kecil nan lembut, ada yang sedang berjuang untuk memperolah penghidupan. Belum ada detak jantung apalagi kejelasan soal jenis kelamin. Butuh beberapa minggu untuk melihat kembali melalui sebuah alat dan meyakinkan diri bahwa semuanya sehat, saya kuat, janin saya bergantung pada bagaimana saya menjalani hari-hari.

Lalu tibalah saatnya trimester terakhir. Jadwal check up diperbanyak. Nyaris lebih dari sekali dalam sepekan. USG, konsultasi, check lab karena HB yang masih berputar di angka sepuluh koma, meminum lebih banyak obat, makan makanan penambah darah lebih giat, dan tak lupa berjalan kaki lebih sering. Semua dilakukan sebab yakin bahwa persalinan akan berlangsung secara normal.

Sampai 29 September, pertemuan terakhir dengan dokter kandungan di RS pilihan. Bobot janin besar, timpang dengan ukuran panggul ibu serta pengapuran plasenta. Dengan kata lain, bayi harus dilahirkan segera. Ditawarkanlah opsi untuk operasi caesar sore itu juga. Kegalauan mencuat. Terlalu cepat. Kesiapan masih perlu dikumpulkan. But at the end, a mother always wants the best for her child. Whatever it is.

Setelah diskusi dengan keluarga, akhirnya diputuskan; caesar pada 1 Oktober. Ada waktu satu hari untuk memeriksa kembali kelengkapan dokumen dan mempersiapkan mental.

Pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya. Kegugupan menyala-nyala dalam dada. Di dalam kendaraan yang mengantarkan menuju rumah sakit, pikiran tentang mati terasa semakin tebal melekat di dahi. Bagaimana jika hanya ada satu kesempatan hidup untuk satu orang? Bagaimana jika operasinya gagal? Bagaimana bila tidak ada cukup waktu untuk mengatakan kepada bayi yang bahkan belum sempat saya temui bahwa saya amat mencintainya?

Begitu sampai, proses berjalan cepat. Swab dan pemeriksaan darah, pendaftaran, lalu pemeriksaan tekanan darah, pemasangan infus, pemasangan kateter, deteksi alergi obat-obatan, pemeriksaan keadaan bayi melalui detak jantung dan gerakannya, kemudian berpindah ke ruang operasi di mana suasana terasa jauh, jauh lebih dingin.

Eracs adalah metode yang digunakan oleh tim dokter dengan pertimbangan pemulihan lebih cepat dan minim rasa sakit. Jangka waktu puasa juga lebih singkat ketimbang Caesar biasa. Namun, dalam kasus saya sendiri, terjadi fenomena tidak umum, yaitu keharusan disuntikannya bius sebanyak dua kali sebab bius pertama tidak bereaksi. Maka jadilah kata pulih lebih cepat dan minim rasa sakit itu hanya tinggal angan-angan. Saya malah harus mengalami rasa sakit luar biasa di bagian punggung yang menjalar hingga pundak, leher, dan kepala. Kesulitan untuk duduk, berbaring, dan berdiri sampai dua pekan setelah operasi, kesulitan untuk jongkok sehingga menganggu proses buang air kecil dan besar.

Proses persalinan sendiri memakan waktu tak sampai 30 menit. Bayi lahir sehat, selamat, tangisannya kencang, lalu tak lama, proses penutupan luka dilakukan setelah bayi dibawa keluar untuk sedikit dibersihkan sebelum dilakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini).

Safiyya Gania Rumi, itu namanya. Safiyya, teman terbaik. Ada banyak harapan dan kesadaran dari sebuah nama. Sebab nama bermakna 'cantik' sudah begitu banyak dipakai. Dan menjelma cantik saja tidaklah cukup bila tak pula dapat dijadikan teman yang baik. Apalah artinya, bukan?

Pertama kali Yaya (begitu kami memanggilnya) diletakkan di atas dada, Mashaa Allah. Si kecil inilah yang senantiasa ada kala waktu berjalan lambat setiap hari dalam 9 bulan. Si kecil ini yang menendang konstan pada waktu-waktu yang saya hapal di luar kepala.

IMD dilakukan selama satu jam. Selama itu, saya biarkan ia bergerak dan mengeluarkan ragam suara. Mengamati bagian-bagian tubuhnya, mengingat secara detail letak tanda lahirnya, memperhatikan bentuk mata, hidung, dan bibirnya, mensyukuri kehadirannya yang tanpa cacat dan salah. 

Setelahnya, saya dipindahkan ke ruang perawatan, masih dengan separuh bagian tubuh tidak bisa bergerak dan mati rasa. Saya pulang setelah 3 hari, masih dengan seluruh tubuh nyeri dan sulit digerakkan. Saya menghabiskan 2 pekan penuh di bawah pengawasan dan bantuan keluarga. Termasuk untuk pergi ke toilet. Pergerakan yang terbatas inilah menyebabkan saya begitu bergantung pada obat penghilang rasa sakit. Belum lagi permasalahan ASI yang belum lancar pada beberapa hari pertama. Membuat peran baru sebagai ibu terasa demikian berat. Merasa bersalah terhadap anak, serta down mendapati bentuk tubuh yang berubah sekian banyak; stretchmark, gelambir, jahitan, perubahan warna, sampai bengkak-bengkak.

Tetapi, saya masih percaya bahwa a woman's body is very capable of dealing with the process of pregnancy to childbirth as well as facing new changes afterward.

Perubahan itu nyata, jelas ada, namun tentu semakin menguatkan posisi kita sebagai seorang ibu, sebagai perempuan yang telah melahirkan penerus baru peradaban.

Adaptasi selama nyaris satu bulan setelah melahirkan jelas bukan pula hal yang mudah. Terjaga setiap hari, hampir tidak pernah mendapat jatah tidur cukup seperti dulu. Proses mengASIhi yang juga tidak selalu mulus, sampai harus menyiasati waktu terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum si kecil mungil terbangun.

Menjadi ibu adalah pekerjaan seumur hidup. Menemani anak-anak adalah perjalanan yang harus dihadapi dengan berbagai macam bentuk sabar. Being a mother, in truth, is a process of getting better every single day.

I told myself the first time I saw my daughter and hugged her so warmly; welcome, myself. Welcome to a new world that you must always fill with spaciousness and the best of love.

Menjadi seorang ibu memang membahagiakan. Tetapi tetap jangan lupakan, bahwa kadang, peran ini melelahkan dan memintamu duduk tenang, mengenali dirimu sendiri lagi, demi memulai kembali dari awal dengan persediaan cinta yang baru.

Canggung itu pasti ada. Tak lama mendapati diri sebagai istri, lalu secara cepat diberi amanah sebagai ibu, kemudian barangkali akan mendapat kejutan lain lagi di hari-hari setelahnya. However, these times will pass and we will look back on them with gratitude and pride.

Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi

Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi Sejak abad ke-18, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa Internasio...