Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Minggu, 24 Desember 2023

Formulasi Ampuh Membentuk Generasi Unggul; Kesehatan, Kebiasaan, dan Kedekatan

Formulasi Ampuh Membentuk Generasi Unggul; Kesehatan, Kebiasaan, dan Kedekatan


Hari Ibu, sesungguhnya bentuk nyata dari upaya menghargai, mengapresiasi, dan merayakan eksistensi perempuan sebagai individu dan ibu yang berdaya. Bila merunut pada sejarah, Hari Ibu pertama kali disepakati dalam Kongres Perempuan Indonesia ketiga yang saat itu diselenggarakan di Bandung tahun 1938, sepuluh tahun setelah Kongres Perempuan pertama. Ada tekad untuk membawa kaum perempuan keluar dari keterbatasan dan segala jenis ketidakadilan. Ini dibuktikan dengan tiga tuntutan pokok pada Kongres Perempuan pertama, yaitu: penambahan jumlah sekolah untuk anak perempuan, perbaikan aturan dalam hal taklik nikah, dan perbaikan aturan tentang sokongan kepada janda dan anak yatim pegawai negeri.

Ini menjelaskan begitu banyak tentang cita-cita perempuan untuk maju, bertumbuh, dan keluar dari sangkar. Kepedulian terhadap pendidikan kaumnya, kesejahteraan posisi perempuan dalam rumah tangga, serta keberlangsungan hidup perempuan dan anak-anaknya setelah pasangannya berpulang.


Kini, ketika keterbatasan informasi, transfer ilmu, dan keberadaan fakta berbasis penelitian mendalam oleh para ahli tak lagi jadi soal, perempuan Indonesia terutama ibu wajib berpendidikan dan terbuka terhadap berbagai hal baru. Pola asuh terhadap anak, tentu dipengaruhi oleh pola pikir. Bagaimana seorang anak bertumbuh sejak dalam kandungan hingga menjelma individu yang siap sebagai generasi pembeda.


Sebagai ibu, sebagai orangtua, kita tak ingin anak yang lahir dari rahim kita hanya jadi nama yang memanjangkan barisan, bukan? Kita tentu ingin anak ini menjadi 'seseorang' yang dipenuhi rasa bangga, kepercayaan diri, tekad, berkualitas secara pemikiran dan sikap, merdeka, tegak kuat di atas kakinya sendiri.


Namun, ketahuilah, segala yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tak lepas dari bagaimana cara kita membesarkannya. Gagasan pertama pada proses panjang ini bernama; kesehatan.


Golden age merupakan periode penting dalam perkembangan anak. Masa golden age adalah masa emas pada anak-anak di awal kehidupannya yaitu pada usia 0-5 tahun. Terutama 1000 hari pertama kehidupan anak, yang dimulai sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun. Pada fase ini pertumbuhan anak mencakup otak dan organ vital lainnya berkembang begitu pesat. Penelitian menyatakan, sekitar 50% kecerdasan orang dewasa mulai terbentuk di usia 4 tahun.


Banyak orangtua memaksa anaknya (secara otoriter) menjadi yang paling pintar di sekolah, unggul dalam bidang akademik dan non akademik, diberikan bimbel ini dan itu, kegiatan A-Z, namun kerap bertanya-tanya, "Mengapa anakku masih tidak juga juara kelas? Kenapa dia tidak pernah menang lomba? Mengapa dia tidak semangat dalam olimpiade? Mengapa ia malas sekali, tidak suka belajar, dan tidak pernah mendapat nilai yang bagus? Apa yang salah?"


Pertanyaan-pertanyaan tersebut tak ayal menjadikan orangtua kehilangan kesabaran, menyalahkan anak, mengungkit-ungkit pengorbanan and everything in between. Lantas anak didera kebingungan, menyalahkan dirinya sendiri, kehilangan motivasi, lalu tertinggal di belakang. Selamanya tak merasa kapabel terhadap apapun. Tidak punya minat, merasa tak berbakat, merepotkan, beban.


Maka, orangtua, cobalah satu prinsip ini; maksimalkan peran sebagai orangtua, dan tugas menjadi optimal sebagai anak yang tengah bertumbuh menjadi individu yang matang nan dewasa kembali kepada anak itu sendiri. Cara kita memperlakukan anak-anak akan menjadikan mereka lebih bijaksana dalam membentuk kecenderungan diri yang baik.


Koreksi proses sejak anak dalam kandungan. Apakah orangtua telah memberikan gizi dan nutrisi terbaik melalui makanan dan suplemen wajib? Apakah pada periode menyusui dan MPASI anak mengalami masa-masa indah dan menikmatinya? Apakah berat dan tinggi badan anak normal? Apakah makanan yang dikonsumsi terkategori sehat, bergizi, bernutrisi? Apakah anak pernah didiagnosis stunting, gagal tumbuh, atau henti tumbuh? Lalu bagaimana dengan imunisasinya? Apakah sudah ditunaikan, lengkap, tanpa terlewat?


Lalu setelah hal-hal paling dasar tersebut, pikirkan lagi tentang kebiasaan. Apakah anak terstimulasi dengan optimal secara kognitif, sensorik dan motorik? Apakah anak terbiasa dibacakan dan membaca buku? Apakah anak melihat orangtuanya melakukan aktivitas literasi di rumah? Apakah bonding antara orangtua dan anak sudah baik?


Karena rasanya tidak adil apabila anak hanya dituntut untuk memenuhi ekspektasi dan ambisi orangtua, sementara mereka sendiri tidak terpenuhi hak-haknya. Mereka tidak berhutang apapun pada kita, bukan? Kitalah yang berhutang banyak pada anak-anak ini. Yang mengajarkan kita artinya bersabar, mengendalikan emosi, menjadi dewasa, memantik rasa tanggung jawab, serta kepedulian dan motivasi terbesar untuk menjadi lebih baik setiap harinya.


Tanamkan dalam diri untuk berusaha senantiasa melakukan yang terbaik, terus mencoba. Agar kelak anak-anak tak perlu mengalami luka-luka pengasuhan dan dampak negatif kurangnya perhatian, kasih sayang, kesempatan untuk menerima gizi dan nutrisi seimbang, serta ikatan yang istimewa dengan orangtua.


Jangan paksa anak kecil untuk bersikap dewasa. Namun, jadilah orang dewasa yang memahami anak agar kelak ketika mereka dewasa, mereka mampu memahami dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya, menjadi peka, memiliki empati yang besar. Cerdas secara emosional, bukan hanya intelektual.


Hari Ibu sekali lagi menjadi momentum perayaan atas berdayanya perempuan dengan karya dan produktivitas dalam berbagai disiplin ilmu, peran, serta latar belakang. Dari rahim dan tangan perempuan, lahir pun terbentuk generasi muda yang kelak akan meneruskan perjuangan sebagai aset berharga bangsa. Pemuda-pemudi yang akan bergerilya dalam masyarakat sebagai pelopor dan penggerak.


Kesehatan, kebiasaan, dan kedekatan. Segitiga yang setiap sisinya saling terhubung, mengikat, erat. Menjadi orangtua adalah tugas berat nan luhur yang kita pilih atas dasar kesadaran dan akal sehat.


Dengan komitmen, visi, misi, dan prinsip yang lurus, tugas tersebut akan tunai sebagaimana hakikat keberlangsungan peradaban yang melahirkan untuk membentuk dan memfasilitasi generasi setelahnya demi hidup yang jauh, jauh lebih baik.

Selasa, 08 Agustus 2023

Are Beauty Pageants Still Relevant and Play a Role in Motivating the Young Generation?

I strongly believe that human beings, as anything, have and need a platform as a medium to convey their voice in order to empower and benefit more people. The capacity to make choices is closely related to ability and willingness. Beauty pageants are one of the platforms that some people, men and women, choose and aim for.


More than just the beauty of the body and the beauty of the face, the most prestigious beauty contests emphasize advocacy, leadership, and intellectual contestants. As evidenced by the holding of speech sessions, deep interviews, questions and answers, and keynote speeches on general knowledge in various fields; politics, education, health, humanitarian issues, empowerment, tourism, environment, and so on.


Beauty pageants specifically for women, for example. It has been some time since the controversial swimsuit session along with the feminism movement and the push for gender equality was eliminated and replaced with a sportswear session or completely abolished altogether. The exploitation of the body is rampant and has been perpetuated by beauty pageants for generations, perpetuating the notion that the body is number one and the brain is unnecessary.


In fact, more than that, women who stand on stage, bring advocacy and voice good campaigns to invite, motivate, and inspire young people to dare to dream and start are really igniting the confidence and enthusiasm that exists in other women. That despite the stigma and judgment of what is appropriate and what is not, women can still act and fight, have a stand, be strong and agile.


Beauty pageants should be safe, independent platforms that uphold moral values. To remain relevant to the times while keeping in mind the needs of the younger generation, it is imperative that setbacks in the system, and rules that are detrimental and not fully in favor of women are abolished.


Beauty pageants should focus on empowering the younger generation, be inclusive, so that they can be filled with usefulness, participate in building the possibility of a brighter future with real action.


Beauty is about depth of mind, how a throne holder is able to become a role model as well as an icon of inner and outer beauty, intelligence, broad insight, beauty of speech, adaptive, sympathetic, and dashing.


It's been a long time since old-fashioned beauty standards were broken by beauty pageants itself. This proves that beauty pageants actually have the power to impact goodness, saving the younger generation from judging themselves.


Everyone should be heard, given time, given equal opportunities to prove that they are capable of realizing noble ideals; raising awareness about how important it is to be serious about the future.


Because being beautiful is not enough. The world is waiting for your breakthrough.


The world is waiting for you.



Signed,

Beauty pageant observer & connoisseur

Siti Sonia Aseka

Senin, 07 Agustus 2023

Merayakan Pekan MengASIhi Sedunia

 


“Sometimes the hardest part of the journey is believing you’re worth the trip.” — Glenn Beck


Menjadi pengguna aktif media sosial adalah privilege yang membuat kita terbuka terhadap ilmu dan pengetahuan baru.


Beberapa kali, saya melihat tulisan, menyaksikan video serta foto tentang Ibu pekerja (working mom) yang memberikan susu formula kepada bayinya. Isi komentar postingan tersebut banyaknya ialah dukungan pun Ibu bernasib sama yang menceritakan pengalamannya memiliki bayi dan berkarier dengan susu formula sebagai pilihan. Saya mengapresiasi dan sama sekali tak menyalahkan pilihan sebagian orang tentang apapun yang mereka anggap terbaik bagi anak-anaknya.


Tetapi, ketika saya menemukan postingan Ibu menyusui (entah itu direct breastfeeding atau ASIP) dengan sekaligus memberi edukasi tentang manfaat yang terkandung dalam ASI beserta prosesnya, kolom komentar sebagian besar diisi oleh protes dari Ibu yang memberikan susu formula kepada si kecil. Padahal, harusnya sederhana saja; jangan datang ke lapak buah-buahan kalau kamu tengah mencari daging. JANGAN MEMPERTANYAKAN intensi Ibu menyusui hanya karena kamu tidak mau, tidak bisa, dan tidak mampu menyusui bayimu seperti mereka. Kamu memilih susu formula? Silakan! Namun ada yang memilih untuk mengASIhi susah payah dengan cobaan-cobaan yang barangkali tak mereka paparkan hanya untuk membuat publik terkesan.


Bayimu mau meminum susu formula tanpa alergi dan kamu bisa meninggalkannya tanpa perlu DBF atau memerah ASI? GOOD FOR YOU!

Namun jangan lupakan, bahwa ada Ibu yang memilih untuk tetap memberikan ASI di saat ia juga punya kegiatan yang menyita waktunya. Bukankah tak perlu ada adu nasib dan menyerang sesama Ibu hanya untuk memvalidasi pilihan kita sendiri? Bukankah tak baik menyudutkan orang lain atas ketidakmampuan kita dan denial terhadap keadaan?


Tidak pernah bosan saya bercerita tentang perjalanan yang kadang naik dan kadang turun sebagai seorang Ibu. Anggaplah saya tengah mendramatisir hidup. Namun, poin yang ingin saya sampaikan adalah selalu; tidak ada yang benar-benar memberitahu detail menyakitkan soal melahirkan bayi mungil yang kelak akan mewarisi banyak hal dari kita. Tidak ada yang akan mewanti-wanti soal betapa kesepiannya malam-malam panjang ketika terjaga untuk menyusui dan menimang si kecil. Terdengar sederhana. Begadang dan kehilangan sebagian besar waktu tidur amat terlihat sederhana. Semua orang bisa. Tetapi bukan itu esensinya. Mengapa seorang ibu luar biasa letih hanya karena begadang untuk mengASIhi? Mengapa banyak dari mereka seolah berubah menjadi seseorang yang lain hanya karena status telah berganti? Jawabannya karena bukan hanya mata yang terbuka, namun tubuh yang bekerja ekstra. Kalian kira menyusui hanya sekadar mengucurkan ASI untuk memberi ketenangan dan rasa nyaman pada bayi? Pernahkah kalian berpikir dari mana ASI dihasilkan? Ada tubuh yang dikorbankan, ada berbagai upaya ditunaikan agar air kehidupan penuh nutrisi itu dapat terus keluar demi mengenyangkan sang buah hati. Dampaknya apa? Anak yang sehat, kuat, tangkas!


Dalam proses panjang tak main-main tersebut, tak jarang banyak Ibu yang kehilangan dirinya sendiri. Ibu yang lupa bahwa ia juga berhak mendapatkan hal lain yang diinginkannya. Ibu yang mengesampingkan ambisi dan mimpinya. Ibu yang lupa cara tertawa terbahak-bahak. Ibu yang tak sanggup bicara tentang kesukaan dan ketidakpuasan. Ibu yang hanya menerima dan memendam. Ibu yang menangis sendirian.


Pada hari terakhir dari World Breastfeeding Week 2023, saya mengapresiasi seluruh Ibu maupun calon Ibu yang berkesempatan membaca tulisan ini; you are worth it. Saat ini memang tak mudah. Bahkan luar biasa sulit. Saya menangis setiap hari di bulan pertama menjadi Ibu. Merasa sakit tiap kali bayi menyusu di tiga pekan pertama. Namun upaya untuk memberikan yang terbaik, mempersembahkan hak anak yang berada pada kita adalah motivasi untuk menunaikan kewajiban sebagai orangtua. Sebagai Ibu.


Rasa sakit itu, frustrasi, segala macam emosi yang berkecamuk dan membuat kita hampir gila, percayalah, kamu tidak sendiri. Ada banyak Ibu bangun setiap jam dari tidur tak lelap untuk menyusui dan menimang bayinya. Ada banyak Ibu menangis atas kedukaan dan ketidaktahuannya. Ada banyak Ibu merasa terluka dan hampir menyerah.


Kamu telah bertahan sejauh ini. Mengandung, melahirkan, menyusui, kamu adalah Ibu terbaik yang dimiliki oleh anakmu. Dan begitupula, kamu adalah aset terbaik yang dirimu miliki.


Jangan takut meminta bantuan. Jangan sungkan. Konselor laktasi, psikolog, psikiater. It's okay. Jangan tahan dirimu dari mengeluarkan unek-unek. Sampaikan; lantang!


Apa yang kamu inginkan tidaklah sepele dan sekadarnya. Apa yang kamu rasakan adalah valid! Jangan biarkan society mendikte apa yang kamu harus perbuat.


Jangan abai dan acuh. Menjadi Ibu, terpenting adalah menjadikan dirimu waras dalam menjalankan peran.


Jangan biarkan apa dan siapapun mematahkan semangatmu.





Salam sayang, 

(juga) seorang Ibu

Siti Sonia Aseka

Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi

Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi Sejak abad ke-18, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa Internasio...