Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Kunjungi laman Blogger Perempuan dan baca tulisan saya melalui link berikut

Minggu, 18 Juni 2017

KM FKIP BERBAGI (Duta-Duta Kebaikan)









Duta-Duta Kebaikan
KM FKIP BERBAGI
Jumat dan Sabtu, 16 dan 17 Juni 2017

“Sebab pertolongan Allah selalu dekat,
maka jadilah perantara atas dekatnya
pertolongan-pertolongan itu, tanpa
pernah merasa bahwa kita kuat, karena
hanya Allah Sang Maha Hebat.”


Jumat, 16 Juni 2017
Penggalangan Dana dan Sosialisasi KM FKIP BERBAGI
Di Kampus FKIP Universitas Sriwijaya, Indralaya

            Berapa orang yang hari ini menjadi garda terdepan dalam kebaikan? Seratus? Seribu? Atau sejuta? Jawaban paling tepat adalah satu. Sebab suara mahasiswa adalah satu, tak pernah ada sinkronisasi lagi selain geraknya pun selalu satu.
            Jumat pagi itu, Gedung Kemahasiswaan ramai bila tak mampu utuh dibilang gaduh. Bukan kata-kata kosong belaka, atau sekedar basa basi yang berujung basi benar-benar. Namun, riuh yang sibuk mengatur strategi, berdoa, bergerak dan menyamakan suhu. Tak lama, kegaduhan itu mereda, berlanjut ke sebuah aksi nyata sebenarnya.
            Dengan beberapa kotak kardus dan modal keberanian nyaris pada level nekat, mahasiswa yang terdiri atas laki-laki dan perempuan itu memberikan pelangi pada jiwa-jiwa yang merindu hujan; sebuah tawaran untuk berbuat baik, untuk berbagi dan mengumpulkan amal sebanyak mungkin. Kelompok laki-laki mendapat bagian untuk melakukan penggalangan dana di lantai dasar gedung baru, sementara tim perempuan mendapat porsi lantai dua dan tiga. Tak menunggu waktu lama, semua yang ada disana berbondong-bondong memberikan donasi terbaiknya, berharap segala pemberian terbaik itu akan menjadi salah satu bekal di dunia selanjutnya.
            Tak sampai disana, sebab mengajak pada kebaikan tak sekedar pada sesama mahasiswa. Gerombolan pelangi itu lantas bergerak ke gedung Dekanat, berniat menyeru kepada siapa saja yang ada disana untuk ikut mendonasikan harta seikhlasnya demi sesama. Sambutannya ternyata luar biasa, tak ragu apalagi takut-takut. Lembar-lembar uang itu satu demi satu masuk ke dalam kotak kardus, membangkitkan semangat dan gairah untuk berbuat baik bagi siapa saja.
            Setelah perjuangan tak seberapa lama, akhirnya para pejuang itu kembali ke gedung kemahasiswaan, tepat sebelum waktu sholat Jumat berdentang. Menghitung hasil dan berdecak kagum sekaligus bahagia. Total yang di dapat dalam rentang waktu sesingkat itu ialah Rp.1.132.500,-.

            Terbukti, orang-orang baik memang masih ada dan selamanya akan selalu ada.

            Waktu terjeda beberapa lama. Kelompok laki-laki bergegas menuju masjid, sementara tim perempuan masih berdiam di gedung kemahasiswaan. Melanjutkan hitung menghitung, memperkirakan harga-harga sembako dan mendesain banner yang akan dicetak. Perhitungan yang dirasa cukup walau kurang dari matang. Setelah sholat Jumat berakhir, pembagian tugas kembali dilakukan demi bergegas dengan waktu. Beberapa laki-laki ditugaskan untuk mencetak banner, melakukan survey langsung ke lokasi bakti sosial esok hari sekaligus meminta izin dari Kepala Desa setempat. Perempuan yang tersisa pun sepakat untuk membeli sembako sesegera mungkin setelah mendapat kabar dari tim survey lapangan bahwa ada tujuh rumah yang membutuhkan bantuan.
            Berbelanja secepat mungkin, prosesi setelahnya ialah membungkus sembako-sembako itu hingga menjadi tujuh paket layak beri. Kegiatan resmi berakhir nyaris pukul enam sore, setelah diinterupsi oleh kedatangan tim survey dengan banner siap pakai ditangan.


Sabtu, 17 Juni 2017
Bakti Sosial dan Pembagian Ta’jil
Desa Sri Banding, Pemulutan Barat

            Awal pagi yang penuh semangat. Tak sah rasanya perjanjian atau jalannya kegiatan tanpa embel-embel ngaret sebelumnya. Keberangkatan yang sejatinya berlangsung sejak pukul 9 pagi itu molor hingga pukul 10 pagi. Tak serta merta ketika seluruh panitia berkumpul, kepergian lantas dapat langsung dilakukan. Beberapa perdebatan, adu mulut, saran menyarani hingga hati yang pilih menerima pendapat yang lain. Bukankah biasa?
            Setelah adu argument kecil, tujuh paket sembako sepakat diangkut menggunakan becak motor, diikuti oleh 3 panitia laki-laki di satu bentor yang sama. Panitia yang tersisa berangkat menggunakan motor, diinterupsi oleh pembelian beberapa alat tulis sebagai hadiah untuk adik-adik Ikatan Remaja Masjid Istiqomah, Pemulutan Barat.
            Di tengah perjalanan, ketika tiga panitia yang ikut menggunakan becak motor telah melaju lebih dulu, meninggalkan panitia yang menggunakan motor beberapa kilometer dibelakang, ternyata mengalami pecah ban. Berkejaran dengan waktu, dengan motor yang masih bisa menampung tiga panitia terlantar itu, akhirnya adegan jemput menjemput pun terjadi. Rangga Cinta romantis abis? Tunggu sampai kalian memastikan betapa luar biasa kesetiakawanan mengalahkan kisah Rangga dan Cinta yang katanya jelmaan Romeo dan Juliet versi Indonesia.
            Hari merangkak nyaris setengahnya ketika seluruh panitia sampai di lokasi. Berhenti dan mampir sejenak dirumah seorang Aktivis Mahasiswa yang saat ini telah menjelma sebagai alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Panitia laki-laki beristirahat di halaman, sementara panitia perempuan mulai bergerak membungkus hadiah untuk adik-adik IRMA Istiqomah.
            Setelah sholat dzuhur, seluruh panitia mulai bergerak ke rumah-rumah yang dituju. Membagikan sembako dan bercakap-cakap dengan sasaran yang kebanyakan telah berumur lebih dari setengah abad.
            Rumah pertama yang kami datangi adalah rumah sederhana milik nenek Rohana berusia 60 tahun. Ia menyambut kami dengan senyum ramah. Pekerjaan sehari-harinya ialah menggarap sawah milik orang lain dan dibayar dengan upah 30 ribu per hari.
            Rumah kedua, adalah milik kakek Julini, 50 tahun. Pekerjaannya kami perkirakan adalah nelayan. Kondisi fisik yang tidak sama dengan orang lain, tidak menyurutkan semangatnya untuk mencari nafkah.
            Rumah ketiga, kami temukan setelah sedikit tersasar. Rumah milik seorang nenek berusia 60 tahun yang dijuluki Bik Kuning. Tak bisa berdiri dan tinggal seorang diri. Yang menarik, Bik Kuning ternyata sudah lama tidak melihat apalagi makan buah kurma.
            Rumah keempat, milik seorang nenek di seberang rumah Bik Kuning, yang pada tahun 2015 kemarin sempat mendapatkan bantuan dan sokongan untuk usaha songket. Nenek ini memiliki masalah dengan pendengaran.
            Di rumah kelima, kami menemui nenek Nurima. Usianya 75 tahun, memiliki anak yang tinggal di luar daerah Pemulutan Barat. Bicara nek Nurima lancar dan dapat berkomunikasi dengan baik. Uniknya, salah satu panitia menyadari bahwa nek Nurima punya karakteristik berbeda dari rumah-rumah sebelumnya, yaitu beliau memiliki sebuah gigi perak yang berkilauan ketika tertawa.
            Rumah keenam milik nek Maryam yang latah. Usianya 72 tahun. Kocak, karena hampir setip percakapan dibubuhi kelatahannya. Nek Maryam sehari-hari memanggang dan menjual kemplang. Di akhir kunjungan, tak lupa nek Maryam mendoakan seluruh panitia agar mendapatkan rezeki lancar dan dientengkan jodohnya. Panitia seketika baper.
            Rumah terakhir rumah milik nek Mokrohima, berusia 70 tahun. Pekerjaan sehari-hari ialah menggarap sawah miik orang lain. Ketika kami datang ke rumahnya, beliau sedang tidak berada di tempat. Menurut penjelasan tetangga, beliau tengah berada di sawah, sehingga sembako untuk nek Mokrohima kami titipkan kepada nenek Maryam.

“Semoga senantiasa terhimpun tiap-tiap hati yang mencintai karena Allah,
bernaung dibawah jalinan kasih dan ukhuwah yang Allah sebagai pondasinya.”

Menjelang Ashar, rombongan bergerak menuju Masjid Istiqomah. Berkenalan dengan adik-adik Ikatan Remaja Masjid dan sesi tanya jawab yang dibagi dua kelompok; laki-laki dan perempuan. Sesi berbagi pengalaman dijeda sejenak untk melakukan sholat Ashar berjamaah. Setelah itu, panitia membagaikan hadiah berupa alat-alat tulis kepada seluruh adik-adik IRMA yang hadir.
Sekitar pukul setengah lima sore, rrombongan panitia bergerak pulang setelah berpamitan kepada adik-adik Ikatan Remaja Masjid Istiqomah. Alhamdulillah, di perjalanan tidak banyak rintangan yang terjadi, kecuali sepasang polisi yang sedang membeli takjil, namun kami kira tengah merazia pengguna jalan.
Kegiatan masih belum berhenti. Beberapa panitia yang tersisa, melakukan buka bersama di kost salah seorang panitia. Maka, nikmat Tuhanmu mana lagikah yang kau dustakan?


***
           
Apakah episode berkah ini serta merta berakhir? Tentu saja tidak. Sebab beberapa jalan yang terlanjur membuat cinta, sama sekali tak terdapat alasan untuk selesai atasnya.

            Terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh mahasiswa KM FKIP UNSRI yang telah mendaulat dirinya sebagai panitia kegiatan KM FKIP BERBAGI. Jujur, dengan tenaga terbatas, dana seadanya dan waktu yang mepet, kita ternyata bisa membuat sebuah agenda yang membekas dan jelas berkesan, bukan hanya untuk kita, namun di dalam hati orang-orang yang menerima semua kebaikan.
            Muhammad Yulianto, seorang yang di daulat sebagai pemimpin kegiatan di hari H, Rudi Hermawan dan Dila Badiro tim survey yang kadang membuat penulis naik pitam walau cuma sebentar haha, Aan Irawan yang datang pada hari H dan membawa ide bagus namun tak bisa diterima karena luar biasa terlambat, Nata Surya yang tinggal di Pemulutan Barat dan bertugas sebagai mata-mata, dek Dermawan Urip Santoso yang telah sukarela membantu mendokumentasikan kegiatan dan peka terhadap keterbatasan mbaknya ini hiksss, dek Doki Efendi yang kocaknya luar biasa, Aditya yang punya ide garis lurus dengan penulis tetang sistematika keberangkatan.
            Saudariku Pepi Lestari yang mengembangkan ide buka bersama Madani Islamic Circle menjadi sebuah agenda yang lebih bermanfaat yaitu KM FKIP BERBAGI, wak Liska yang sudah berhasil kena ejek oleh adek-adek di rumah kak Rudini wkwk, ukh Khoirun Nisa yang awalnya cuma mau bantu galang dana, sosialisasi dan persiapan di hari Jumat namun termakan bujuk rayu kami dan akhirnya ikut sampai agenda selesai di hari Sabtu, Ukh Tia Wulandari yang telah menjalankan tugasnya dengan baik untuk sosialisasi dan penggalangan dana walau tumbang di hari Sabtu dan tidak ikut bakti sosial, terakhiiiirrr the one and only Nanad (Nadya Anggraini) yang telah bersedia menampung penulis menginap selama tiga malam hahaha.
            Tak lupa, orang-orang dibalik layar, Mbak Rizka, kak Karman, kak Khairul dan kak Wawan yang telah memberikan support dan motivasi sehingga agenda ini dapat berjalan.


Allah…
Kami berhimpun di bawah naungan cinta-Mu
Izinkan kami bersatu dalam ketaatan,
Memberi dengan keiklasan,
Bermanfaat sebanyak mungkin kepada sesama,
Menjadi duta-duta kebaikan
Yang nantinya akan kau ridhoi berkah dan doanya.

Hanya kepada-Mu kami jatuhkan pinta,
Hanya untuk-Mu segala puji dan syukur,
Untuk anugerah yang tak terukur,
Untuk jiwa yang Kau kabulkan segala harapnya.

KM FKIP BERBAGI
"Memberi dari Hati"

Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi

Urgensi Kemahiran Berbahasa Inggris di Era Modernisasi dan Globalisasi Sejak abad ke-18, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa Internasio...